Suara.com - Salah satu keluhan yang banyak dirasakan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah kekosongan obat di fasilitas kesehatan saat mereka berobat.
Hal tersebut membuat pasien mau tak mau mengeluarkan uang untuk menebus resep di luar rumah sakit. Padahal, mereka berharap bisa menggunakan haknya sebagai pemegang kartu BPJS Kesehatan.
Hal ini terbukti dari survei yang dilakukan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Universitas Indonesia sepanjang tahun 2015-2016.
Dari 422 peserta JKN di 13 Provinsi yang berhasil dihubungi, hasil survei menunjukkan bahwa 42 persen responden masih mengeluarkan biaya pribadi untuk mendapatkan akses di fasilitas pelayanan primer, dan 31 persen responden mengeluarkan biaya pribadi untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sebanyak 20 persen responden mengeluarkan biaya pribadi untuk membeli obat-obatan.
Alasan masih ada reponden yang menggunakan biaya pribadi untuk menebus resep, antara lain karena kekosongan obat (33%) dan obat yang diresepkan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan (33%).
Prof. dr. Hasbullah Thabrany, Guru Besar Bidang Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), menjelaskan beberapa penyebab mengapa kekosongan obat masih menjadi masalah.
Pertama, kata dia, kompleksitas jalur distribusi obat hingga sampai ke tangan pasien sangat panjang. Distribusi obat, menurut Prof Hasbullah, melibatkan industri farmasi, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Kementerian Kesehatan dan rumah sakit.
"Beda dengan ruang perawatan yang urusannya hanya antara pasien dan rumah sakit. Obat ini urusannya industri, tender E-catalog ada LKPP, Kemenkes, lalu rumah sakit sebagai pembeli. Ada dokter dan instalasi farmasi atau apoteker yang belum tentu cocok. Jadi memang sangat kompleks," ujar Prof Hasbullah pada acara 'Kaleidoskop Tahun 2016: Wajah Pelayanan Obat JKN' di Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Masalah lain yang juga memicu kekosongan obat di era JKN adanya ketidakseimbangan antara Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dengan fakta kebutuhan obat di lapangan. Hal ini membuat perusahaan farmasi yang memenangkan tender tidak mendapat gambaran jelas mengenai jumlah obat yang seharusnya diproduksi.
Baca Juga: Bikini Hitam Cinta Laura Bikin Gagal Fokus
"Kenyataannya, rumah sakit dan dinas kesehatan yang diminta mendata jumlahnya rencana kebutuhan obat (RKO) belum semuanya melakukan. Jadi memang kesadaran dari para penyelenggara di lapangan belum cukup bagus," tambah dia.
Untuk memperbaiki masalah kekosongan obat pada tahun mendatang, Prof Hasbullah menghimbau, agar sistem RKO (Rencana Kebutuhan Obat) diperbaiki. Hal ini dilakukan agar semua pihak mendapat gambaran estimasi kebutuhan obat yang harus dipersiapkan perusahaan farmasi.
"Dengan begitu, perusahaan farmasi yang memenangkan tender dapat memperkirakan berapa kebutuhan obat yang harus diproduksi. Kalau ada obat yang tidak ada permintaannya ya nggak perlu diproduksi jadi ada penghematan juga," tambahnya.
Ia juga meminta agar dokter mengutamakan kepentingan pasien. Jika obat yang dibutuhkan pasien tidak tercantum dalam E-katalog, maka sebaiknya kebutuhan obat tersebut tetap disediakan pihak rumah sakit.
"Kalau pasien perlu obat ya belikan saja, walau di luar E-katalog, karena memang E-katalog kita belum sempurna. Gunakan moral yang baik, karena sesuai sumpah dokter harus mengutamakan kepentingan pasien," pungkas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- 5 Fakta Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Publik Penasaran!
- Profil Komjen Suyudi Ario Seto, Calon Pengganti Kapolri Listyo Sigit Prabowo?
Pilihan
-
Pengumuman Seleksi PMO Koperasi Merah Putih Diundur, Cek Jadwal Wawancara Terbaru
-
4 Rekomendasi HP Tecno Rp 2 Jutaan, Baterai Awet Pilihan Terbaik September 2025
-
Turun Tipis, Harga Emas Antam Hari Ini Dipatok Rp 2.093.000 per Gram
-
Dari LPS ke Kursi Menkeu: Akankah Purbaya Tetap Berani Lawan Budaya ABS?
-
Perang Tahta Sneakers Putih: Duel Abadi Adidas Superstar vs Stan Smith. Siapa Rajanya?
Terkini
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan
-
5 Rekomendasi Obat Cacing yang Aman untuk Anak dan Orang Dewasa, Bisa Dibeli di Apotek
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?