Suara.com - Annalise Lujan tengah berada di sebuah lokasi senam di bulan April itu. Annalise secara tiba-tiba mulai muntah-muntah dan mengaku kehilangan rasa pada bagian kakinya.
Saat anak berusia 12 tahun itu jatuh, orang tuanya langsung membawa Annalise ke rumah sakit, dan pihak medis berusaha menyelamatkan otak Annalise dari kerusakan.
Annalise kemudian diterbangkan ke unit spesialis di Phoenix Children's Hospital, di mana ia didiagnosis dengan sindrom epilepsi langka, yang dikenal sebagai Febrile Infection-Related Epilepsy Syndrome (FIRES).
Kondisi tersebut menyebabkan Annalise mengalami kejang secara terus menerus, yang bisa menyebabkan cedera otak dan bahkan kematian.
Itu berarti dokter tidak bisa membangunkan Annalise dari koma sampai mereka memiliki metode yang efektif untuk mencegah ia mengalami kejang kembali.
Ketika orangtua Annalise membawanya ke rumah sakit, para ahli medis mengira dia terkena virus perut.
"Dia hanya seorang gadis muda yang sehat, pergi ke sekolah, berpartisipasi dalam komunitas dan senam, dan keesokan harinya, berjuang untuk hidupnya. Dia dimasukkan ke ventilator, dan dimasukkan ke dalam koma medis, dan kami belum pernah berbicara dengannya sejak itu," kata orangtua Annalise, Estrada-Lujan.
Gejala FIRES biasanya muncul satu hari sampai 14 hari setelah seorang anak mengalami demam ringan.
Kejang dimulai perlahan sebelum memburuk, dengan beberapa anak mengalami 100 kejang per hari. Ini terjadi ketika virus menyebar ke otak atau sistem autoimun setelah flu biasa atau flu perut.
Baca Juga: Tak Selalu Kejang, Kondisi Ini Juga Bisa Jadi Gejala Epilepsi
Karena obat anti-epilepsi biasa tidak bekerja pada kondisi ini, ibunya Maryann Estrada-Lujan meneliti pilihan lain.
Dia menemukan obat yang berasal dari cannabis, yang disebut cannabidiol. Secara mengejutkan, Annalise dapat keluar dari koma setelah mendapatkan tiga kali perawatan pada 8 Mei lalu.
Sekarang Annalise tidak lagi mengalami kejang konstan dan tengah menjalani terapi untuk mendapatkan kembali kemampuan kognitifnya.
Meski obat yang berasal dari ganja itu berguna dalam kasus Annalise, ahli medis masih terbagi atas keefektifannya secara keseluruhan.
Mantan Ahli Bedah Umum Vivek Murthy mengaku ganja bisa membantu dalam mengobati kondisi tertentu namun mengingatkan agar perlu ada penelitian lebih lanjut.
Dalam sebuah studi terobosan, para ilmuwan di New York University dan Great Ormond Street Children's Hospital menemukan cannabidiol dapat mengurangi separuh serangan epilepsi langka.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?