Suara.com - Kasus stunting atau bertubuh pendek masih tinggi di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi anak-anak di Indonesia yang tergolong stunting mencapai 37,2 persen. Meningkat jika dibandingkan tahun 2010 sebesar 35,6 persen.
Bahkan, di beberapa provinsi, seperti di Nusa Tenggara Barat misalnya, prevalensi stunting lebih tinggi dari prevalensi nasional, mencapai 46,60 persen pada tahun 2013 dan 48,20 persen pada tahun 2010.
Umumnya, stunting disebabkan karena asupan makanan yang tidak memadai dan munculnya penyakit infeksi seperti diare.
Namun studi terkini yang dilakukan Pathurrahman, SKM, MAP, Doktor Ilmu Gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menemukan bahwa 90 persen kejadian diare pada anak dipicu oleh masalah nonrotavirus seperti sanitasi, kebersihan individu dan air minum (SHAW).
"Diare berulang menyebabkan anak kehilangan 70 persen cairan sehingga dia mengalami gangguan usus. Nah gangguan usus ini bisa berkembang jadi gangguan pencernaan yang menyebabkan anak menjadi kurus san rentan mengalami stunting," ujar dia pada promosi doktornya di FKUI, Kamis (8/6/2017).
Untuk mendapatkan temuan ini, Pathurrahman mengobervasi panjang badan, berat badan, kejadian diare beserta pemeriksaan penyebabnya pada 340 anak normal berusia 6-12 bulan. Sampel terbagi atas 170 anak normal di daerah terpapar program SHAW dan 170 anak normal di daerah tidak terpapar program SHAW.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak-anak di daerah program yang tidak terpapar program SHAW cenderung akan mengalami stunting. Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa diare memiliki efek langsung dan tidak langsung terhadap stunting dengan kontribusi minimal sebesar 5,8 persen.
"Saya menemukan bahwa penanganan stunting tidak bisa dilakukan hanya oleh orang kesehatan tapi komponen lain seperti kementerian desa, ketahanan pangan, dan badan perencanaan daerah, ini harus terintegasi," tambah dia.
Pathurrahman berharap, penelitiannya dapat membuka mata para pengambil kebijakan untuk menekan angka stunting di Indonesia. Pasalnya stunting dapat menyebabkan gangguan kecerdasan, rentan terhadap penyakit menular saat dewasa dan akan sulit disembuhkan ketika anak telah berusia lebih dari dua tahun.
Baca Juga: Bayi Lahir Ternyata Stunting Bisa Tumbuh Normal, Begini Caranya
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia