Suara.com - Es teh atau minuman dingin lainnya yang menggunakan es batu bisa menjadi sumber penularan bakteri.
Pasalnya, tidak semua produsen es batu menerapkan standarisasi keamanan pangan yang memastikan es tersebut bebas dari bakteri dan aman dikonsumsi.
Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Direktur Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFEST) mengungkapkan, penyebaran bakteri memang paling sering ditemui pada minuman yang disajikan dengan es batu.
Alasannya, ada sebagian industri yang membuat es batu dari air mentah atau penanganannya yang tidak memenuhi persyaratan seperti diletakkan di lantai hanya beralaskan karung goni.
"Namanya es kan harus di dalam cold chain, terus nggak boleh jatuh ke lantai. Tapi yang terjadi masih ada industri pembuatan es yang melakukannya seperti itu, bahan baku air mentah," ujar dia dalam sesi diskusi Nestle bertajuk 'Food Safety: Dont't Let Good Food Go Bad' di Menteng, Rabu (20/12/2017).
Lebih lanjut, dia memaparkan, kasus keracunan makanan merupakan salah satu isu yang kini mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia maupun Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut data yang dikeluarkan oleh organisasi internasional tersebut, dalam kurun waktu satu tahun, lebih dari 420 ribu orang dinyatakan meninggal dunia setelah mengalami keracunan makanan.
Jika ada orang yang mengonsumsi minuman dengan es batu tak memenuhi syarat, namun kondisinya baik-baik saja, Prof Nuri mengatakan reaksi keracunan sebenarnya tergantung pada sistem kekebalan tubuh seseorang. Justru hal ini harus diwaspadai karena dapat memicu resistensi antibiotik dalam jangka panjang.
"Kenapa ada orang yang kebal, minum es di jalan nggak sakit, kemungkinan besar terjadi kekebalan di tubuhnya yang tinggi, tetapi hati-hati juga orang orang seperti itu dia sudah resisten antibiotik. Bisa jadi mikroba mutasi menjadi bentuk lain atau strange baru dan membuat orang lain terkontaminasi," tandas Prof Nuri.
Baca Juga: Ingin Riasan Wajah Tahan Lama Seharian? Pakai Es Batu
Berita Terkait
-
Kasus Siswa Keracunan MBG di Jakarta Capai 60 Anak, Bakteri jadi Biang Kerok!
-
4 Virus dan Bakteri yang Bisa Picu Keracunan Makanan, Apa Saja?
-
Bahaya Bakteri Salmonella dan Bacillus Cereus, Biang Kerok Keracunan MBG di Jabar
-
Terobosan Baru! Bagaimana Bakteri Bisa Dipakai untuk Mendeteksi Mikroplastik?
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!