Suara.com - Stunting tidak hanya membuat tubuh anak pendek, namun perkembangan otaknya pun terhambat. Pakar mengatakan orang tua bisa mencegah anak stunting dengan memperbanyak konsumsi protein hewani.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, angka stunting pada usia balita di Indonesia mengalami penurunan, dari 37,2 persen pada tahun 2013 menjadi 30,8 persen di tahun 2018.
Namun, sebanyak 18 provinsi masih memiliki angka stunting sebesar 30-40 persen, bahkan 11,5 persen lainnya tergolong sangat pendek.
Disampaikan Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik FKUI/RSCM, stunting selalu dimulai dengan penurunan berat badan (BB) akibat asupan nutrisi yang kurang.
“Saat BB mulai turun, anak tidak langsung jadi pendek. Terjadi penurunan fungsi kognitif dulu, baru stunting,” ujar dia dalam temu media, Rabu (23/1/2019).
Anak dengan BB kurang dari 10 kg, imbuh dia, sebanyak 50-60 persen energinya dipakai untuk perkembangan otak. Bila asupan nutrisinya kurang, maka otak yang akan dikorbankan terlebih dulu.
Anak yang ‘baru’ mengalami penurunan BB saja bisa mengalami penurunan IQ hingga 3 poin. Bisa dibayangkan betapa banyak penurunan IQ yang mungkin muncul bila anak sampai stunting.
"Selain fungsi kognitif terganggu, pembakaran lemak pun terganggu. Sehingga ketika anak diberi makan banyak, mudah terjadi obesitas. Bila ditelusuri, orang yang sekarang mengalami penyakit degeneratif mungkin dulunya stunting,” ujar Dr. dr. Damayanti.
Untuk mencegah stunting, anak kata dia harus mendapatkan ASI eksklusif dan MPASI pada usia enam bulan. Komposisi MPASI idealnya juga menyerupai komposisi ASI; harus mengandung karbohidrat, lemak, dan protein. Sejak awal MPASI hingga usia 2 tahun, ketiga makronutrisi ini harus tercukupi, untuk mendukung pertumbuhan otaknya.
Baca Juga: Janda Inah Dibakar di Atas Kasur, Tete: Saya Kebagian Perkosa Mayatnya
Ya, jangan takut memberikan lemak pada si kecil, karena zat ini sangat penting bagi otaknya. Protein utamakan hewani, karena dalam ASI, komposisi protein hewani lebih banyak.
“Kandungan asam amino pada protein hewani lengkap. Sedangkan protein nabati, asam aminonya kurang lengkap. Protein hewani boleh digabung dengan protein nabati, asal selengkap asam amino esensial pada ASI," tambah dia.
Dr. dr. Damayanti mengkritisi tren pemberian puree sayur dan buah, atau tepung-tepung organik berbasis nabati. Menurutnya, makanan dengan sumber tunggal seperti ini tidak mencukupi kebutuhan nutrisi anak. Boleh saja memberikan puree buah atau sayur, tapi harus ada protein hewani.
"Susu dan telur adalah sumber protein hewani yang paling baik. Diikuti dengan produk susu, unggas, ikan, hati, dan daging. Jadi, sumber hewani tidak harus mahal. Anak bisa diberi telur, hati ayam, dan berbagai jenis ikan lokal yang harganya relatif terjangkau," imbuh dia.
Dr. dr. Damayanti menganjurkan pemberian sumber pangan hewani seperti susu atau telur 1 butir per hari untuk mencegah maupun mengatasi stunting. Dengan perbaikan nutrisi, termasuk pemberian susu, kasus stunting di desa tersebut berhasil diturunkan.
“Di awal, stunting ditemukan sebesar 17 persen. Setelah tiga bulan, membaik jadi 9 persen," tandas dia.
Berita Terkait
-
Anak Terdeteksi Stunting, Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?
-
Bisa Dicegah, Anak Stunting Bukan karena Faktor Genetk Lho Bun!
-
Kemenkes Tetapkan 160 Kabupaten/Kota Sebagai Prioritas Tangani Stunting
-
2019, Kemenkes Fokus Atasi Pencegahan Stunting dan Kasus Kematian Ibu
-
5 Fakta Tentang Protein, Salah Satunya Bantu Turunkan Berat Badan
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!