Suara.com - Ilmuwan Amerika sedang berupaya mengembangkan vaksin untuk melawan virus corona yang saat ini telah menewaskan setidaknya 17 orang di China dan telah menginfeksi lebih dari 500 orang.
Wabah infeksi pernapasan seperti pneumonia ini pun memicu ketakutan di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat. Terlebih ada dugaan penemuan kasus di Meksiko, Kolombia, Inggris dan Australia.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menetapkan masalah ini sebagai kondisi darurat kesehatan global. Sebab, mereka masih membutuhkan data lebih lanjut untuk melangkah pada tahap tersebut.
Inilah sebabnya, WHO meminta untuk mengadakan pertemuan darurat lagi pada Kamis (23/1/2020) untuk membahas kasus ini lebih lanjut.
Penyakit baru, yang masih disebut sebagai 2019-nCoV, masih termasuk dalam keluarga virus yang sama dengan penyebab SARS. Sebuah penyakit yang juga mewabah di China pada 2003 dan menewaskan 774 orang di seluruh dunia.
Tetapi, ilmuwan mengatakan kemungkinan butuh bertahun-tahun sebelum vaksin ini sesuai dengan virus baru dan mulai dilakukan pengujian keamanan, kata dr. Peter Hotez dari Baylor College of Medicine.
Sebenarnya, vaksin itu telah dibuat pada awal 2000-an, ketika coronavirus yang saat itu menyebabkan sindrom pernapasan akut parah muncul sebagai ancaman serius untuk yang pertama kalinya.
"Setelah masing-masing epidemi ini, komunitas ilmiah, termasuk kelompok kami, merespon dan mengembangkan vaksin prototipe itu. Tapi ketika ancaman itu mereda, komunitas investigasi tidak lagi ingin terus berkontribusi," jelas dr. Hotez.
Dr. Hotez juga mengatakan, untuk pengembangan vaksin ini masih membutuhkan proses yang panjang.
Baca Juga: Dihantui Wabah Virus Corona, Kota Wuhan Tutup Jalur Transportasi Umum
"Kita harus melakukan banyak pengujian keamanan, toksikologi formal, melalui otoritas pengawas nasional... masih banyak kerusakan bahkan sebelum (vaksin) ini bisa mulai diuji coba klinis pada manusia," sambungnya, dilansir Daily Mail.
"Tidak ada yang cepat tentang vaksin.. meskipun segala sesuatunya dapat dipercepat jika hal itu ternyata menjadi keadaan darurat kesehatan masyarakat yang nyata," tambahnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
-
Roy Suryo Ikut 'Diseret' ke Skandal Pemalsuan Dokumen Pemain Naturalisasi Malaysia
-
Harga Emas Hari Ini: Antam Naik Lagi Jadi Rp 2.338.000, UBS di Pegadaian Cetak Rekor!
-
Puluhan Siswa SD di Agam Diduga Keracunan MBG, Sekda: Dapurnya Sama!
Terkini
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!
-
Jantung Sehat, Hidup Lebih Panjang: Edukasi yang Tak Boleh Ditunda
-
Siloam Hospital Peringati Hari Jantung Sedunia, Soroti Risiko AF dan Stroke di Indonesia
-
Skrining Kanker Payudara Kini Lebih Nyaman: Pemeriksaan 5 Detik untuk Hidup Lebih Lama
-
CEK FAKTA: Ilmuwan China Ciptakan Lem, Bisa Sambung Tulang dalam 3 Menit
-
Risiko Serangan Jantung Tak Pandang Usia, Pentingnya Layanan Terpadu untuk Selamatkan Nyawa
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Stres Hilang, Jantung Sehat, Komunitas Solid: Ini Kekuatan Fun Run yang Wajib Kamu Coba!