Suara.com - Beberapa tes antibodi untuk memeriksa infeksi Covid-19, memiliki tingkat palsu tinggi dalam skrining yang dilakukan oleh konsorsium laboratorium California, menurut laporan yang dirilis baru-baru ini.
Hasil positif palsu berarti seseorang diberi tahu bahwa mereka pernah terinfeksi virus yang sebenarnya tidak. Ini berpotensi bahaya karena orang kemudian berpikir bahwa mereka kebal terhadap virus ketika mereka sebenarnya masih rentan.
Dari 12 tes antibodi yang dipelajari oleh Covid-19 Testing Project, salah satu tes memberikan hasil positif palsu lebih dari 15%, atau sekitar satu dari tujuh sampel. Tiga tes lain memberikan hasil positif lebih dari 10%.
"Itu mengerikan. Itu benar-benar mengerikan," kata Dr Daryn Bern, salah satu peneliti.
Bern mengatakan semua tes memang tidak akan 100% akurat, tetapi tingkat positif palsu dari sebuah tes seharusnya 5% atau lebih rendah, atau idealnya 2% atau lebih rendah.
"Ini benar-benar peringatan bagi saya. Kita tidak berada pada titik di mana tes ini dapat digunakan secara andal," ujar peneliti lainnya, Dr. Alexander Marson.
Menurut Marson, ada bahaya besar dalam mengandalkan tes antibodi.
"Tapi kami berharap segera sampai di titik di mana kita bisa mengandalkan tes ini," sambungnya, dikutip CNN Internasional.
Menurut Marson, tes positif palsu dapat mengaburkan gambar mereka tentang siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang belum.
Baca Juga: 3.022 Warga Jakarta Positif Corona dari Rapid Test
"Kita perlu kejelasan tentang informasi dasar ini untuk mulai membimbing ke jalan keluar pandemi," sambungnya.
Covid-19 Testing Project merupakan konsorium para peneliti dan dokter di University of California San Francisco, Univeristy of California Barkeley, Chan Zuckerberg Biohub, dan Innovative Genomics Institute.
Bern mengatakan salah satu alasan tingginya angka positif palsu adalah persyaratan yang longgar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA).
Pada Maret, ketika wabah virus corona menyebar di luar kendali, FDA melonggarkan standar persetujuannya untuk mendapatkan lebih banyak tes antibodi di masyarakat dengan cepat.
Badan itu mengizinkan perusahaan untuk menjual tes tanpa terlebih dahulu memberikan bahkti bahwa tes efektif.
Setelah sebuah asosiasi lab besar mengelukan masalah ini, Komisaris FDA Dr. Stephen Hahn mengeluarkan pernyataan pada 18 April yang mengatakan pihaknya, berkerja sama dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), dan Institut Keseatan Nasional, akan mengevaluasi tes antibodi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia