Analisis sebelumnya oleh Kesehatan Masyarakat Inggris menunjukkan tingkat kematian orang-orang keturunan Bangladesh adalah dua kali lebih tinggi daripada orang kulit putih.
Sementara kelompok etnis kulit hitam, Asia dan minoritas lainnya memiliki risiko kematian antara 10% dan 50% lebih tinggi. Meskipun itu tidak memperhitungkan faktor-faktor lain seperti pekerjaan, masalah kesehatan dan obesitas.
Vitamin D dan penyakit jantung?
Sementara itu, penelitian dari Queen Mary University, London menyebutkan penderita penyakit jantung dan kadar vitamin D tidak menjelaskan peningkatan risiko virus corona pada orang kulit hitam, Asia, dan etnis minoritas.
Penderita gangguan jantung dan kadar vitamin D disebut sebagai satu penjelasan terkait risiko pada beberapa kelompok.
Para peneliti menggunakan data dari studi Biobank Inggris. Penelitian itu mengikuti sejumlah orang sepanjang hidup mereka, termasuk selama pandemi, dan memiliki informasi pribadi dan medis yang terperinci tentang orang yang ikut serta.
Penelitian itu tidak melihat kematian, melainkan siapa yang dites positif virus di rumah sakit.
Studi yang diterbitkan dalam Journal of Public Health, menunjukkan berat badan, kemiskinan, dan rumah yang ditempati banyak anggota keluarga berkontribusi pada peluang yang lebih tinggi untuk mengidap virus itu.
Peneliti Dokter Zahra Raisi-Estabragh dan Profesor Steffen Petersen mengatakan kepada BBC, "Meskipun beberapa faktor yang kami pelajari tampak penting, tidak ada yang secara memadai menjelaskan perbedaan etnis."
Baca Juga: Update Corona di Dunia 20 Juni: Kematian Brasil Tembus 1.221 Jiwa Sehari
Bahkan setelah memperhitungkannya, orang-orang dari etnis minoritas masih 59% lebih mungkin untuk terkonfirmasi positif daripada mereka yang berlatar belakang kulit putih, dan alasannya masih belum diketahui.
Raisi-Estabragh dan Petersen menambahkan: "Ini adalah pertanyaan yang sangat penting dan sesatu yang perlu kita atasi segera.
"Ada berbagai kemungkinan penjelasan termasuk sosiologis, ekonomi, pekerjaan dan faktor biologis lainnya seperti kerentanan genetik yang berbeda yang perlu dipertimbangkan."
Berita Terkait
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Korupsi Wastafel Rp43,59 Miliar saat Pagebluk Covid-19, SMY Ditahan Polisi
-
Katanya Ekonomi Tumbuh 5,12 Persen, Kok BI Pakai Skema saat Covid-19 demi Biayai Program Pemerintah?
-
Heboh Kabar Dewan Plesiran ke Luar Negeri saat Rakyat Protes, Peneliti BRIN Sindir DPR Nirempati
-
Profil Carina Joe, Pahlawan Vaksin Covid-19 Raih Bintang Jasa Utama dari Presiden Prabowo
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Dokter Lulusan Filsafat yang 'Semprot' DPR Soal Makan Gratis: Siapa Sih dr. Tan Shot Yen?
-
Gile Lo Dro! Pemain Keturunan Filipina Debut Bersama Barcelona di LaLiga
-
BCA Mobile 'Tumbang' di Momen Gajian, Netizen Mengeluh Terlantar Hingga Gagal Bayar Bensin!
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
Terkini
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Jantung Sehat di Usia Muda: 5 Kebiasaan yang Wajib Kamu Tahu!
-
Infeksi Silang di Rumah Sakit? Linen Medis Antivirus Ini Jadi Solusi!
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak