Suara.com - Setelah orang terinfeksi virus corona, kekebalan alami mereka terhadap virus dapat menurun dalam beberapa bulan, menurut sebuah makalah pra-cetak baru.
Makalah tersebut dirilis di medrxiv.org pada Sabtu dan belum diterbitkan dalam jurnal medis peer-review, menunjukkan respon antibodi dapat mulai menurun 20 hingga 30 hari setelah gejala Covid-19 muncul. Antibodi adalah protein yang dibuat tubuh untuk melawan infeksi.
"Studi kami menunjukkan respon pengikatan IgM dan IgA menurun setelah 20-30 hari," tulis para peneliti, dikutip CNN.
Peneliti juga menemukan keparahan gejala Covid-19 dapat menentukan bersarnya respons antibodi.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC US) pernah mengatakan umumnya, tubuh membutuhkan waktu satu hingga tiga minggu setelah infeksi untuk membuat antibodi.
Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah memperingatkan bahwa orang yang pernah terinfeksi virus corona belum tentu kebal dari virus. Artinya, seseorang kemungkinan bisa terinfeksi berulang kali.
Namun, studi baru ini memiliki keterbatasan, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah hasil yang sama akan muncul di antara kelompok pasien dengan jumlah lebih besar dan data apa yang ditunjukkan dalam jangka waktu lebih lama.
"Studi ini memiliki implikasi penting ketika mempertimbangkan perlindungan terhadap infeksi ulang dengan SARS-CoV-2 dan daya tahan perlindungan vaksin," tulis para peneliti dalam laporan mereka.
Hubungannya dengan Vaksin Covid-19
Baca Juga: Cegah Covid-19, PMI Imbau Masyarakat Jaga Sirkulasi Udara di Rumah
Stephen Griffins, associate professor di Fakultas Kedokteran Universitas Leeds di Inggris, yang tidak ikut dalam penelitian, mengatakan penelitian ini penting dan telah dilakukan secara teliti.
"Karya ini mengonfirmasi bahwa respon antibodi pelindung pada mereka yang terinfeksi SARS-COV-2 tampak berkurang dengan cepat. Sementara lebih lama bertahan pada mereka yang memiliki penyakit lebih parah, ini masih hanya hitungan bulan," jelas Griffins.
Griffins juga mengatakan penelitian menunjukkan seseorang dapat terinfeksi ulang seiring berjalannya waktu dan bisa saja pandemi ini justru menjadi penyakit musiman.
"Vaksin yang sedang dalam pengembangan akan perlu menghasilkan perlindungan yang lebih kuat dan lebih tahan lama dibandingkan dengan infeksi alami atau mungkin perlu diberikan (vaksin) secara teratur," sambungnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
-
Menkeu Purbaya 'Semprot' Bobby Nasution Cs Usai Protes TKD Dipotong: Perbaiki Dulu Kinerja Belanja!
-
Para Gubernur Tolak Mentah-mentah Rencana Pemotongan TKD Menkeu Purbaya
-
Daftar Harga HP Xiaomi Terbaru Oktober 2025: Flagship Mewah hingga Murah Meriah
-
Kepala Daerah 'Gruduk' Kantor Menkeu Purbaya, Katanya Mau Protes
Terkini
-
Varises Mengganggu Penampilan dan Kesehatan? Jangan Panik! Ini Panduan Lengkap Mengatasinya
-
Rahasia Awet Muda Dibongkar! Dokter Indonesia Bakal Kuasai Teknologi Stem Cell Quantum
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030