Suara.com - Kurang tidur bisa disebabkan oleh masalah fisik, psikologis dan relasional. Institut Ilmu Saraf dan Psikologi Perilaku California menyelidiki hubungan antara kurang tidur dan emosi amarah.
Penelitian sebelumnya menyoroti bahwa kurang tidur bisa memengaruhi kognisi manusia dan kinerja otak secara keseluruhan.
Meninjau literatur akademis, konsesusnya adalah setiap orang membutuhkan tujuh hingga delapan jam tidur setiap malam untuk menjaga kesehatan mental dan fisiknya.
Sehingga tidur dibawah durasi yang ditentukan termasuk kurang tidur. Apalagi bila kurang tidur itu terjadi berturut-turut.
Jadi, bisa dihipotesiskan bahwa kurang tidur bisa berkorelasi dengan perasaan mudah tersinggung, agresi dan tempramen.
"Efek kurang tidur pada suasana hati telah didokumentasikan dengan baik," kata para peneliti dikutip dari Express.
Bahkan kurang tidur satu malam dianggap memperburuk gangguan mood yang sudah ada sebelumnya. Amigdala dianggap sebagai pusat emosional otak yang juga memainkan peran penting dalam mekanisme tidur.
Ketika seseorang kurang tidur, defisit fungsional bisa terjadi antara amigdala dan korteks cingulate anterior ventral. Kondisi ini bisa mengakibatkan suasana hati menurun dan membuat seseorang lebih terbiasa dengan rangsangan negatif.
Kurang tidur juga mengurangi kemampuan korteks prefrontal medial untuk menekan aktivitas di amigdala. Akibatnya, terjadi ketidakstabilan emosi dan gangguan tidur rapid eye movement (REM) yang berkepanjangan terkait dengan perubahan fungsional di beberapa wilayah otak.
Baca Juga: Kerja Sama, Ilmuwan Turki dan China Mulai Penelitian Obat Virus Corona
Kondisi ini bisa mengakibatkan aktivitas reseptor berubah, yang bisa menyebabkan perubahan suasana hati seperti kemarahan.
Penelitian menunjukkan bahwa tidur antara tujuh hingga delapan jam setiap malam dapat membantu mengurangi gejala emosi amarah.
Tidur malam yang nyenyak secara konsisten bisa membantu orang menunjukkan lebih sedikit ledakan emosi dan perilaku agresif.
"Hasil ini bisa terlihat dengan perbedaan kecil di antara pria dan wanita dari berbagai kelompok usia," kata tim peneliti.
Berita Terkait
-
7 Tips agar Cepat Tidur di Malam Hari, Terbukti Efektif
-
Tidur Malam yang Cukup Berapa Jam? Ini Kata Sleep Coach Vishal Dashan
-
Benarkah Berat Badan Naik Saat Kurang Tidur dan Stres? Waspada Risiko Obesitas
-
6 Gangguan Serius Kurang Tidur, Termasuk Jantung hingga Alzheimer?
-
Tangis Ivan Gunawan Pecah Minta Maaf, Soimah Pernah Tersinggung Gara-Gara Ulahnya
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat