Suara.com - Tindakan Kementerian Kesehatan Rusia yang menyetujui penggunaan vaksin Sputnik V memicu kekhawatiran global. Rusia menyetujui vaksin lokalnya itu meskipun penelitian baru dilakukan kurang dari dua bulan dan belum melewati uji klinis fase 3 atau uji coba vaksin pada skala ribuan peserta.
Banyak ahli penyakit menular di dunia menyebut, Rusia justru melakukan langkah ceroboh.
Seorang spesialis penelitian obat di Sekolah Bisnis Warwick Inggris Ayfer Ali mengatakan, persetujuan yang terlalu cepat itu bisa memunculkan potensi efek samping vaksin yang tidak terdeteksi.
"Ini, meski jarang terjadi, tapi bisa serius," kata Ali dikutip dari Channel News Asia.
Dokter di Rumah Sakit Universitas Jerman di Tuebingen, Peter Kremsner, menyebut langkah Rusia sembrono. Ia mengatakan bahwa uji klinis fase 3 dalam pengembangan vaksin sangat penting.
"Biasanya Anda membutuhkan sejumlah besar orang untuk diuji sebelum Anda menyetujui vaksin. Saya pikir itu sembrono, jika banyak orang belum diuji," ucapnya.
Para ahli mengatakan, kurangnya data yang dipublikasikan tentang vaksin Rusia, termasuk bagaimana vaksin itu dibuat dan perincian tentang keamanan, respons kekebalan, dan apakah dapat mencegah infeksi Covid-19, membuat para ilmuwan, otoritas kesehatan, dan publik tidak mengetahuinya.
“Tidak mungkin untuk mengetahui apakah vaksin Rusia telah terbukti efektif tanpa menyerahkan makalah ilmiah untuk dianalisis,” kata epidemiologi penyakit menular di Universitas Nottingham Inggris Keith Neal.
Sementara itu, presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan vaksin yang dikembangkan oleh Institut Gamaleya Moskow tersebut telah dinyatakan aman. Putin bahkan menyebut, ia telah menyuntikkan vaksin Sputnik V itu kepada salah satu putrinya.
Baca Juga: Mobil Reaksi Cepat Layanan Oksigen Pemprov Jatim Meluncur, Miliki Fungsi Ganda
"Saya tahu itu bekerja cukup efektif, membentuk kekebalan yang kuat, dan saya ulangi, itu telah melewati semua pemeriksaan yang diperlukan," kata Putin lewat televisi pemerintah.
Ia menyadari bahwa vaksinasi massal menggunakan vaksin yang diuji secara tidak benar memang tindakan tidak etis.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
Riset Ungkap Rahasia Bahagia: Bergerak 15 Menit Setiap Hari Bikin Mental Lebih Sehat
-
Mengembalikan Filosofi Pilates sebagai Olahraga yang Menyatukan Gerak, Napas, dan Ketenangan
-
Perawatan Mata Modern di Tengah Maraknya Gangguan Penglihatan
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut
-
Biar Anak Tumbuh Sehat dan Kuat, Imunisasi Dasar Jangan Terlewat
-
Susu Kambing Etawanesia Bisa Cegah Asam Urat, Ini Kata dr Adrian di Podcast Raditya Dika
-
Toko Roti Online Bohong Soal 'Gluten Free'? Ahli Gizi: Bisa Ancam Nyawa!
-
9.351 Orang Dilatih untuk Selamatkan Nyawa Pasien Jantung, Pecahkan Rekor MURI
-
Edukasi PHBS: Langkah Kecil di Sekolah, Dampak Besar untuk Kesehatan Anak
-
BPA pada Galon Guna Ulang Bahaya bagi Balita, Ini yang Patut Diwaspadai Orangtua