Suara.com - Bagi para ibu sering kali mengalami masalah bagi anak-anak yang sulit untuk makan. Biasanya, anak-anak melakukan gerakan tutup mulut alias GTM dan menolak makanan yang diberikan oleh orang tuanya.
Melihat banyaknya fenomena GTM, Dokter Gizi, dr. Marya Haryono, M. Gizi, Sp.GK, FINEM menjelaskan, biasanya hal ini terjadi pada masa-masa setelah balita. Apalagi banyaknya hal yang mengalihkan perhatian anak membuat nafsu makannya berkurang.
“GTM sih biasanya terjadi pada setelah toddler atau balita ya, karena mereka sudah tau cita rasa. Selain itu mereka juga bisa terganggu atau ter-distract, jadi banyak sekali pengganggunya,” ucap dr. Marya Media Briefing Hari Gizi Nasional, Rabu (25/1/2023).
Menurut dr.Marya, masalah GTM ini harus segera diatasi. Pasalnya, penyerapan nutrisi anak bisa saja terganggu. Kondisi tersebut jika dibiarkan dalam jangka waktu lama bisa membuat anak menjadi stunting. Bahkan, anak tersebut juga bisa mengalami masalah kesehatan lainnya.
“Risikonya nutrisi anak bisa tidak terpenuhi, kalau jangka pendek mungkin efeknya akan aman-aman saja. Namun, kalau berjalan dalam waktu yang lama dan tidak diperhatikan, ini juga bisa sebabkan stunting hingga masalah kesehatan,” sambung dr. Marya.
Untuk GTM sendiri biasanya disebabkan karena berbagai faktor. Selain karena perhatiannya yang terganggu, GTM bisa juga terjadi karena anak mengalami masalah pada pencernaannya. Hal tersebut yang membuat anak tidak merasa nyaman ketika makan.
Oleh sebab itu, menurut dr. Marya, para orang tua harus sangat memperhatikan pola makan yang teratur pada anak-anaknya. Orang tua juga harus bisa memberikan contoh yang baik mengenai makan kepada anaknya.
Ketika anak melihat orang tuanya yang memberikan contoh, ini akan membuatnya mengikuti kebiasaan tersebut. Dengan begitu, kebiasaan atau pola makan anak akan menjadi lebih baik.
“Orang tua harus mengajarkan anak untuk mengatur jam pola makan. Bisa juga dengan makan bersama mereka gitu, jadi mereka lihat kaya ‘oh ibu sama ayah makan ya’, terus mereka jadinya mengikuti kebiasaan tersebut,” jelas dr. Marya.
Tidak hanya kebiasaannya, menurut dr. Marya, makanan yang dikonsumsi juga menjadi hal penting. Orang tua juga bisa mencontohkan makanan yang baik untuk dikonsumsi, dan tidak hanya karbohidrat nasi saja, tetapi protein, lemak, dan lain-lain.
“Makan yang sehat juga dilihat, makan sayur, lauk yang protein. Jangan hanya karbohidrat nasi saja, jadi dia tahu orang dewasa mengonsumi makanan yang dikonsuminya juga,” pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat