“Jadi jangan khawatir. Apalagi kalau ada di tangan yang sudah kompeten akan mempunyai penanganan yang komprehensif,” ujarnya menegaskan.
Prosedur bedah awal bahkan dapat dilakukan sejak anak berusia 10 minggu, asalkan berat badan telah mencapai 5 kilogram dan kadar hemoglobin (HB) berada di atas angka 10.
“Pasalnya, jika kurang dari itu ada tantangan tersendiri dalam melakukan prosedur bedah seperti proses bius dan perawatan usai operasi,” ujar Trimartani.
Di sisi lain, Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala dan Leher Dr. dr. Dini Widiarni Widodo, Sp.THTBKL, Subsp.FPR (K), M.Epid menegaskan bahwa kelainan tersebut dapat dikoreksi secara efektif melalui operasi plastik, terutama jika direncanakan dengan baik sejak awal.
“Nah ini tentu dengan kemahiran teman-teman (tim medis), kita semua THT bisa, bedah plastik sangat bisa, dokter gigi mulut juga,” ungkapnya.
Langkah pembedahan, menurutnya, memerlukan evaluasi mendalam terutama terkait tingkat keparahan gangguan bicara.
“Harapannya dengan palatoplasti kita dapat menghasilkan suatu suara yang baik,” jelasnya.
Setelah menjalani operasi, anak akan dievaluasi secara berkala dalam kurun waktu dua minggu, tiga bulan, hingga enam bulan setelah tindakan.
Evaluasi ini penting untuk mengetahui efektivitas operasi dan kebutuhan rehabilitasi lanjutan.
Baca Juga: Stunting Bukan Takdir! Kenali Penyebab, Bahaya, dan Solusi untuk Anak
Salah satu bentuk rehabilitasi penting pascaoperasi adalah terapi wicara.
“Jadi hasilnya anak nanti itu nggak ada stigma bahwa dia pernah (ada) celah bibir, dia pernah (ada) celah palatum,” tambah Dini.
Ia menekankan bahwa intervensi menyeluruh yang mencakup tindakan bedah dan terapi wicara pascaoperasi sangat berperan dalam membangun kepercayaan diri anak.
Ketika kemampuan bicara meningkat, anak akan lebih siap secara psikologis menghadapi dunia luar, baik di lingkungan sekolah maupun saat dewasa kelak.
Untuk kasus anak yang memiliki kelainan gabungan bibir sumbing dan celah langit-langit, tindakan pembedahan biasanya dapat dilakukan mulai usia sembilan bulan, dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan secara umum.
“Biasanya umur mulai 9 bulan, kemudian 9–18 bulan kita bisa lakukan dengan pertimbangan periksa dulu ya. Karena keberhasilan sangat bergantung dengan anak tersebut,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Puluhan Siswa SD di Agam Diduga Keracunan MBG, Sekda: Dapurnya Sama!
-
Bernardo Tavares Cabut! Krisis Finansial PSM Makassar Tak Kunjung Selesai
-
Ada Adrian Wibowo! Ini Daftar Pemain Timnas Indonesia U-23 Menuju TC SEA Games 2025
-
6 Fakta Demo Madagaskar: Bawa Bendera One Piece, Terinspirasi dari Indonesia?
-
5 Rekomendasi HP 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!
-
Jantung Sehat, Hidup Lebih Panjang: Edukasi yang Tak Boleh Ditunda
-
Siloam Hospital Peringati Hari Jantung Sedunia, Soroti Risiko AF dan Stroke di Indonesia
-
Skrining Kanker Payudara Kini Lebih Nyaman: Pemeriksaan 5 Detik untuk Hidup Lebih Lama
-
CEK FAKTA: Ilmuwan China Ciptakan Lem, Bisa Sambung Tulang dalam 3 Menit
-
Risiko Serangan Jantung Tak Pandang Usia, Pentingnya Layanan Terpadu untuk Selamatkan Nyawa
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Stres Hilang, Jantung Sehat, Komunitas Solid: Ini Kekuatan Fun Run yang Wajib Kamu Coba!