- Hemodialisis bantu pasien gagal ginjal bertahan hidup, tapi metode konvensional terbatas buang racun ukuran menengah.
- Inovasi Theranova & HDX hadir dengan membran canggih, mendekati efektivitas HDF.
- Teknologi baru ini meningkatkan kualitas hidup pasien meski tantangan akses dan biaya masih ada.
Suara.com - Penyakit gagal ginjal kronik (PGK) kini menjadi salah satu masalah kesehatan serius, baik di Indonesia maupun dunia. Saat ginjal tidak lagi berfungsi dengan baik, tubuh kehilangan kemampuan untuk membuang racun dan zat sisa dari darah.
Tanpa bantuan medis, kondisi ini dapat mengancam nyawa. Karena itu, hemodialisis atau yang dikenal dengan istilah cuci darah hadir sebagai terapi utama yang menopang kehidupan jutaan pasien.
Hemodialisis konvensional bekerja dengan mengalirkan darah keluar tubuh untuk dibersihkan menggunakan dialyzer atau “ginjal buatan”, sebelum kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
Proses ini membantu menghilangkan limbah, kelebihan cairan, serta menjaga keseimbangan elektrolit, sehingga pasien tetap dapat menjalani aktivitas sehari-hari.
Biasanya, prosedur dilakukan tiga kali seminggu dengan durasi tiga hingga empat jam per sesi. Meski bukan solusi permanen, terapi ini telah terbukti menyelamatkan banyak nyawa.
Namun, seiring berkembangnya ilmu kedokteran, para ahli menyadari keterbatasan dari hemodialisis konvensional.
Salah satunya adalah kemampuannya yang terbatas dalam membersihkan racun berukuran menengah. Racun jenis ini, jika dibiarkan, dapat berdampak pada kualitas hidup pasien dalam jangka panjang.
Dari sinilah lahir berbagai inovasi untuk menjadikan terapi dialisis lebih efektif. Salah satu terobosan terbaru adalah HD Theranova, dialiser generasi baru dengan membran canggih yang dirancang untuk menyaring racun berukuran sedang, sesuatu yang sulit dicapai dengan teknologi lama.
Dengan kemampuan ini, pasien bisa merasakan kualitas hidup yang lebih baik karena darah lebih bersih dan tubuh lebih bugar. Ada pula HDX (hemodialisis ekspansi), yang memodifikasi sistem hemodialisis konvensional dengan membran berpori lebih besar dan aliran darah yang lebih optimal.
Baca Juga: Benarkah Transplantasi Ginjal Bisa Dilakukan Tanpa Harus Cuci Darah?
Kemampuannya bahkan mendekati hemodiafiltrasi (HDF), sebuah teknologi lanjutan yang menggabungkan prinsip hemodialisis dengan filtrasi bertekanan tinggi.
Menurut dr. Muthalib Abdullah, Sp.PD-KGH, FINASIM, konsultan ginjal-hipertensi di RS Bethsaida Gading Serpong, HDF memang menjanjikan pembersihan darah yang lebih optimal. Namun, ada syarat ketat yang harus dipenuhi.
“Terapi menggunakan teknologi HDF perlu seminggu atau dua minggu sekali, dan manfaatnya baru terasa setelah dilakukan berbulan-bulan sampai tahunan. Selain itu, prosedurnya harus high-efficiency, dengan kecepatan aliran darah 300 mL per menit. Jadi akses darah dari pasien harus benar-benar bagus,” jelasnya.
Bagi pasien yang tidak bisa memenuhi syarat tersebut, lanjut dr. Muthalib, masih ada alternatif. “Untuk pasien yang tidak memenuhi syarat HDF, bisa menggunakan Hemoperfusi, Theranova, atau HDX. Jika aliran darah tidak cukup cepat, maka bisa ditambahkan tabung khusus sebagai pendukung,” tambahnya.
Kemajuan teknologi ini juga disambut baik oleh rumah sakit di Indonesia. dr. Pitono, Direktur Bethsaida Hospital Gading Serpong, menyampaikan bahwa pihaknya berupaya menghadirkan layanan dialisis dengan teknologi modern agar pasien mendapatkan hasil terbaik.
“Bethsaida Hospital Gading Serpong menghadirkan layanan hemodialisis dengan teknologi Theranova, dan menjadi yang pertama di wilayah Banten. Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dengan fasilitas modern, tenaga medis berpengalaman, serta pendekatan yang berpusat pada pasien agar kualitas hidup mereka lebih baik,” ujarnya.
Meski teknologi canggih membawa harapan besar, tantangan tetap ada. Akses layanan dialisis yang belum merata, biaya yang masih cukup tinggi, serta kebutuhan tenaga medis terlatih menjadi pekerjaan rumah yang harus terus dibenahi.
Di luar itu, keberhasilan terapi juga sangat ditentukan oleh kepatuhan pasien dalam menjalani jadwal dialisis, menjaga pola hidup sehat, dan melakukan kontrol medis secara rutin.
Inovasi seperti Theranova dan HDX menandai langkah maju dalam penanganan gagal ginjal kronik. Jika hemodialisis konvensional selama ini hanya mampu memperpanjang hidup pasien, maka teknologi terbaru ini memberi peluang untuk meningkatkan kualitas hidup secara lebih nyata.
Dengan sinergi antara teknologi, layanan medis, dan kesadaran pasien, masa depan terapi gagal ginjal bisa menjadi lebih cerah.
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Dokter Lulusan Filsafat yang 'Semprot' DPR Soal Makan Gratis: Siapa Sih dr. Tan Shot Yen?
-
Gile Lo Dro! Pemain Keturunan Filipina Debut Bersama Barcelona di LaLiga
-
BCA Mobile 'Tumbang' di Momen Gajian, Netizen Mengeluh Terlantar Hingga Gagal Bayar Bensin!
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
Terkini
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
Jantung Sehat di Usia Muda: 5 Kebiasaan yang Wajib Kamu Tahu!
-
Infeksi Silang di Rumah Sakit? Linen Medis Antivirus Ini Jadi Solusi!
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli