Suara.com - Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir puluhan juta rekening bank memicu perdebatan panas di tengah masyarakat. Banyak nasabah, terutama pemilik rekening nganggur atau rekening dormant, terkejut mendapati akun mereka dibekukan.
Langkah ini menimbulkan pertanyaan fundamental: apakah PPATK berhak memblokir rekening secara langsung, dan bagaimana aturan hukumnya?
Langkah kontroversial ini diambil PPATK dengan dalih memberantas kejahatan keuangan, khususnya judi online dan pencucian uang, yang kerap memanfaatkan rekening tak bertuan.
Namun, di sisi lain, kebijakan ini dikritik karena dianggap melampaui kewenangan dan merugikan nasabah yang tidak bersalah.
Apakah PPATK Berhak Memblokir Rekening?
Secara lugas, jawaban atas pertanyaan ini tidak sesederhana "ya" atau "tidak". Kewenangan PPATK memang ada dan diatur dalam undang-undang, namun mekanisme dan ruang lingkupnya memiliki batasan yang jelas.
Kewenangan yang dimiliki PPATK tidak lahir dari ruang hampa. Dasar hukum utama yang menjadi pijakan lembaga ini adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).
Regulasi inilah yang secara eksplisit memberikan mandat kepada PPATK untuk bertindak sebagai garda terdepan dalam mengawasi lalu lintas keuangan yang mencurigakan di Indonesia.
Kewenangan ini dirancang sebagai langkah preventif untuk melindungi sistem keuangan negara dari ancaman kejahatan serius seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, hingga yang belakangan marak, judi online.
Baca Juga: Pemblokiran Rekening Dormant, Dasco : Justru Ingin Lindungi Nasabah
Secara spesifik, wewenang inti PPATK tercantum dalam UU tersebut. Lembaga ini diberi hak untuk meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK), seperti bank, perusahaan sekuritas, atau penyedia dompet digital, untuk menunda atau menghentikan sementara sebuah transaksi.
Memahami batasan inilah yang menjadi kunci untuk menilai apakah tindakan PPATK sudah sesuai koridor hukum atau justru melampaui batas.
Landasan yuridis utama yang memberikan kekuatan kepada PPATK adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Dalam beleid ini, PPATK diberi mandat sebagai pusat analisis dan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan.
Kewenangan terkait pemblokiran secara spesifik diatur dalam Pasal 25 ayat (1) UU TPPU. Pasal tersebut berbunyi:
"Dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), PPATK dapat meminta Penyedia Jasa Keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana."
Dari bunyi pasal tersebut, terdapat beberapa poin penting yang harus digarisbawahi:
1. Mekanisme "Meminta"
UU TPPU secara eksplisit menyatakan bahwa PPATK "dapat meminta" Penyedia Jasa Keuangan (PJK) seperti bank untuk melakukan penghentian transaksi.
Ini berarti PPATK tidak memiliki akses langsung untuk membekukan rekening nasabah. Eksekutor pemblokiran tetaplah pihak bank, yang bertindak atas dasar permintaan resmi dari PPATK.
2. Sifat Sementara
Penghentian transaksi ini bersifat sementara. Tujuannya bukan untuk menyita aset, melainkan untuk membekukan pergerakan dana agar PPATK memiliki waktu yang cukup (umumnya paling lama 20 hari kerja) untuk melakukan analisis lebih mendalam.
3. Dasar Permintaan
Permintaan penghentian transaksi harus didasari oleh adanya pengetahuan atau kecurigaan bahwa transaksi tersebut merupakan hasil tindak pidana.
Dengan demikian, secara hukum, PPATK memang diberi hak untuk menginisiasi proses pemblokiran rekening sebagai bagian dari fungsi pencegahan dan analisisnya. Meski demikian, rekening yang diblokir setidaknya harus memenuhi syarat melakukan transaksi keuangan mencurigakan atau tindak pidana.
Berita Terkait
-
Pemblokiran Rekening Dormant, Dasco : Justru Ingin Lindungi Nasabah
-
Rekening Dormant Diblokir? Pengamat Ungkap Dampak Buruk Kebijakan PPATK!
-
Beda Aturan Dormant Bank dengan Blokir Rekening Nganggur PPATK
-
PPATK Buka Kembali Rekening Masyarakat Senilai Rp 6 Triliun, Cek Hal Ini Jika Terkendala
-
Pola Pikir Sesat PPATK Bikin Rakyat Desa Jadi Korban: Rekening Diblokir, Ekonomi Mandek!
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Otak Pembunuhan Kacab Bank, Siapa Ken si Wiraswasta Bertato?
-
DPR 'Sentil' Menkeu Purbaya, Sebut Kebijakan Rp200 Triliun Cuma Jadi Beban Bank & Rugikan Rakyat!
-
Ivan Gunawan Blak-blakan: Dijauhi Teman Pesta Usai Hijrah dan Risih Dipanggil 'Haji'
-
5 Prompt AI Viral: Ubah Fotomu Jadi Anime, Bareng Idol K-Pop, Sampai Action Figure
-
Media Belanda Julid ke Eliano Reijnders yang Gabung Persib: Penghangat Bangku Cadangan, Gagal
Terkini
-
Cari Sunscreen Anti Aging untuk Usia 40-an? Ini 5 Rekomendasi yang Bagus dan Murah
-
Cinta Kuya Sekolah di Mana? Grammar dan Penulisannya Dicibir Berantakan
-
Kumpulan Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Main Billiard: Hasil Realistis dan Tampil Kece
-
7 Sepatu Lari Underrated di Bawah Rp500 Ribu: Modal Kecil, Performa Gahar
-
Semakin Ramah Muslim, Ini Panduan Destinasi Wisata dan Kuliner Halal di Hong Kong
-
5 Sepatu Lari Rekomendasi dr. Tirta Harga Mulai Rp400 Ribu: Bikin Kaki Nyaman dan Anti Pegal
-
Kenapa Gugatan Cerai Andre Taulany Berkali-kali Ditolak? Ngotot Ajukan untuk Keempat Kalinya
-
8 Rekomendasi Serum untuk 40 Tahun Ke Atas, Produk Anti Aging Terbaik
-
Gaji Asisten Bisnis KMP Hampir 4 Kali UMR Jogja, Kontraknya Berapa Lama?
-
Gaya Rieke Diah Pitaloka Tenteng Tas Branded Rp40 Juta, Pendapat Publik Terbelah: Bukan Soal Harga