Lifestyle / Komunitas
Rabu, 01 Oktober 2025 | 19:02 WIB
Ilustrasi judi. [ChatGPT]

Suara.com - Di tengah banyak rasa resah akibat judi online (judol) di Tanah Air, ada kabar menarik di negeri seberang.

Kasus besar mengguncang publik Asia setelah pengadilan di Tiongkok menjatuhkan hukuman mati kepada 11 anggota keluarga Ming, sindikat mafia yang lama menguasai bisnis judi dan penipuan online, serta narkoba.

Putusan ini diumumkan di Wenzhou pada Senin, dan menjadi salah satu vonis terbesar terhadap jaringan kejahatan lintas batas yang beroperasi dari Myanmar.

Siapa Keluarga Ming?

BBC melaporkan bahwa keluarga Ming dikenal sebagai salah satu dari empat klan yang menguasai Laukkaing, sebuah kota di negara bagian Shan, Myanmar. Kawasan yang semula sunyi itu disulap menjadi pusat kasino ilegal, perdagangan narkoba, prostitusi, hingga markas penipuan online.

Sejak 2015, keluarga Ming menjalankan berbagai aktivitas kriminal. Menurut laporan pengadilan, mereka mengoperasikan pusat penipuan berbasis telekomunikasi, mengelola judi ilegal, hingga mengendalikan perdagangan narkoba.

Keuntungan dari bisnis haram ini ditaksir mencapai lebih dari 10 miliar yuan (sekitar Rp22 triliun).

Hukuman Berat untuk 39 Anggota

Dalam sidang di Wenzhou, sebanyak 39 anggota keluarga Ming divonis bersalah. Rinciannya:

Baca Juga: Aksi Culas Bos Pangkalan Elpiji Terbongkar, Oplos Tabung Gas hingga Raup Rp70 Juta Saban Bulan

  • 11 orang dijatuhi hukuman mati
  • 5 orang dijatuhi hukuman mati dengan masa penangguhan dua tahun
  • 11 orang dipenjara seumur hidup
  • Sisanya dijatuhi hukuman penjara 5–24 tahun

Vonis berat ini memperlihatkan sikap tegas pemerintah China dalam menindak sindikat yang merugikan jutaan orang melalui praktik penipuan online lintas negara.

Ilustrasi pengadilan.(Pexels/Sora Shimazaki)

Sindikat "Scamdemic"

Pusat operasi keluarga Ming tak hanya soal judi. Mereka terlibat dalam fenomena yang disebut PBB sebagai "scamdemic”, yaitu jaringan besar penipuan online yang memaksa lebih dari 100 ribu orang, termasuk warga China, bekerja di pusat scam.

Para pekerja itu direkrut dengan janji pekerjaan layak, namun sesampainya di Laukkaing, mereka ditahan dan dipaksa bekerja di "scam centre” selama berjam-jam. Ada laporan penyiksaan, pemukulan, bahkan kasus pekerja ditembak mati ketika mencoba kabur ke China.

Salah satu lokasi paling menakutkan adalah Crouching Tiger Villa, markas besar keluarga Ming, yang dikenal kejam dalam memperlakukan para pekerja.

Kejatuhan Sang Mafia

Titik balik terjadi dua tahun lalu ketika aliansi kelompok bersenjata di Myanmar melancarkan serangan besar. Mereka berhasil mengusir militer Myanmar dari sebagian Shan State dan menguasai Laukkaing. Diduga, operasi ini mendapat restu dari Beijing.

Akibat tekanan itu, Ming Xuechang, sang patriark keluarga, dilaporkan bunuh diri. Sementara anggota keluarga lainnya ditangkap dan diserahkan ke otoritas China. Ribuan pekerja scam juga akhirnya dipulangkan ke negara asal, termasuk ke China.

Pesan Keras dari Beijing

Dengan menjatuhkan vonis mati pada 11 orang dan hukuman berat bagi puluhan lainnya, China ingin menunjukkan komitmen keras memberantas kejahatan lintas negara. Langkah ini sekaligus menjadi peringatan bagi jaringan mafia serupa yang masih beroperasi di Asia Tenggara, khususnya di Kamboja dan Myanmar.

Meskipun jaringan Ming telah tumbang, laporan menunjukkan bisnis serupa kini berpindah lokasi. Scam centre masih tumbuh di Myanmar dan Kamboja, beradaptasi dengan tekanan aparat.

Kasus keluarga Ming ini menyoroti betapa berbahayanya sindikat mafia modern yang memanfaatkan judi dan scam online.

Dengan kerugian mencapai miliaran dolar dan korban manusia yang tak terhitung, fenomena ini tidak hanya menjadi masalah hukum, tetapi juga kemanusiaan.

Vonis mati bagi 11 anggota keluarga Ming adalah sinyal bahwa pemerintah China tidak akan memberi ruang bagi mafia lintas negara.

Namun, selama masih ada permintaan besar untuk judi online dan celah hukum di kawasan Asia Tenggara, ancaman sindikat seperti ini belum sepenuhnya berakhir. Bagaimana menurut pendapat Anda? 

Kontributor : Rishna Maulina Pratama

Load More