Suara.com - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse dan Kriminal Polri menangkap 56 warga negara asing yang diduga melakukan tindak pidana penipuan dan pemerasan melalui jaringan telekomunikasi dan internet.
Puluhan WNA tersangka ini ditangkap di Semarang dan di Batam.
"Atas kerja sama dengan Kepolisian Cina, kami telah menangkap 56 warga negara Taiwan dan Cina yang melakukan penipuan, pemerasan, dan pengancaman dengan sengaja dari enam lokasi di Indonesia," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Kamil Razak di Jakarta, Senin (21/7/2014).
Kamil mengatakan, tindak pidana penipuan dan pemerasan itu dilakukan oleh para tersangka dengan berbagai macam modus operandi.
Salah satu modusnya yakni berpura-pura menjadi pejabat bank yang melayani permohonan kredit nasabah, dan meminta nasabah untuk memberikan dana administrasi.
"Ada juga yang bertindak seperti pejabat antikorupsi yang seolah-olah menyelidik perkara korupsi, sampai korbannya memohon agar perkara tersebut tidak dilanjutkan penyidikannya, dan bersedia memberikan sejumlah uang," ungkapnya.
Selain itu, kata dia, para pelaku juga memeras para pengusaha Taiwan dan Cina yang diketahui menunggak biaya pembayaran pajak.
Dalam melakukan aksinya, menurut Kamil, para pelaku bekerja secara terorganisasi dan dalam kelompok besar, dan tinggal di berbagai kota di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.
"Para pelaku memanfaatkan fasilitas jaringan internet dengan 'bandwith' tinggi untuk melakukan aksinya dari luar negeri Cina, guna menghindari penangkapan oleh aparat penegak hukum Cina," jelasnya.
Para pelaku tersebut, lanjutnya, memiliki orang lokal yang bertugas mengatur penyewaan rumah, langganan internet, dan mempersiapkan upaya melarikan diri bila aksinya mulai diketahui aparat penegak hukum.
Menurut Kamil, pada operasi penangkapan, para pelaku sindikat penipuan itu terdeteksi berada di enam kota di Indonesia, yaitu Medan, Pekanbaru, Batam, Jakarta, Semarang, dan Bali.
"Mereka biasanya menyewa rumah di lingkungan elite yang cenderung kurang memperhatikan kegiatan yang dilakukan tetangga. Rumah disewa minimal selama setahun dengan rata-rata harga sewa Rp30 juta sampai Rp40 juta per bulan dan biaya internet seharga Rp10 juta hingga Rp20 juta per bulan," ungkapnya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Dolar Diramal Tembus Rp20.000, Ekonom Blak-blakan Kritik Kebijakan 'Bakar Uang' Menkeu
-
'Spill' Sikap NasDem: Swasembada Pangan Harga Mati, Siap Kawal dari Parlemen
-
Rocky Gerung 'Spill' Agenda Tersembunyi di Balik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir
-
Kriminalisasi Masyarakat Adat Penentang Tambang Ilegal PT Position, Jatam Ajukan Amicus Curiae
-
Drama PPP Belum Usai: Jateng Tolak SK Mardiono, 'Spill' Fakta Sebenarnya di Muktamar X
-
Horor MBG Terulang Lagi! Dinas KPKP Bongkar 'Dosa' Dapur Umum: SOP Diabaikan!
-
Jalani Kebijakan 'Koplaknomics', Ekonom Prediksi Indonesia Hadapi Ancaman Resesi dan Gejolak Sosial
-
Mensos Gus Ipul Bebas Tugaskan Staf Ahli yang Jadi Tersangka Korupsi Bansos di KPK
-
Detik-detik Bus DAMRI Ludes Terbakar di Tol Cikampek, Semua Penumpang Selamat
-
Titik Didih Krisis Puncak! Penutupan Belasan Tempat Wisata KLH Picu PHK Massal, Mulyadi Geram