Suara.com - Pengamat bebatuan permata atau Gemologis menilai rencana pemberian pajak kepada batu akik yang harganya di atas Rp 100 juta sulit diterapkan. Sebab batu akik tidak mempunyai standar harga.
Gemologis dari GRI-Lab Adam Harits mengatakan batu akik tidak mempunyai standar harga seperti emas atau berlian. Selama ini harga batu akik ditetapkan oleh pasar atau kesepakatan antara si penjual dan pembeli.
"Siapa yang bisa memperkirakan harga batu? Kan standarnya nggak ada. Kalau berlian atau emas itu bisa diukur," jelas Adam saat ditemui suara.com di Kantornya akhir pekan lalu.
Selain itu, harga batu akik sejauh ini tidak tertulis saat dijual. Batu akik hanya bisa diberikan sertifkat yang tidak mencantumkan taksiran harga. Sertifikat itu dikeluarkan oleh laboratorium gemologi. Dalam sertifikat akan diketahui keaslian batu.
"Soal harga, tidak akan bisa dilihat. Kan antar penjual-pembeli tidak mencatat hitam di atas putih soal harga. Sementara sertifikat hanya menampilkan informasi batu. Mulai dari warga, dimensi ukuran, tingkat kehalusan, dan jenis batu," jelas dia.
Adam menjelaskan harga emas ditentukan oleh kadar, begitu juga berlian. Sementara batu, tidak mempunyai kadar. Sejauh ini bagus atau tidaknya batu dinilai secara subjektif.
"Emas ada kadar, batu nggak ada kadar. Jelas gitu. Misal emas 1 kg, kadarnya 95, yah hitung aja berapa. Kalau batu ini kan dinilai subjektif. Dilihat bersihnya, kehalusan, lalu bagus atau tidak. Bagus ini kan subjektif," kata dia.
Menurut pria 23 tahun itu, pemberian pajak barang mewah terhadap batu itu bisa memunculkan kejahatan baru. Di antaranya penjualan batu secara ilegal, karena penjual batu tidak melaporkan hasil jualnya ke pemerintah.
"Peraturan pemerintah ini kan musti diikuti. Nah ini jadi timbulkan maling-maling baru nih. Kan nggak mau bayar pajak. Black market jadi ada," papar dia.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengklarifikasi soal pemberian pajak kepada batu akik yang harganya di atas Rp 1 juta. Dia meralat, harga batu akik yang dipajaki seharga di atas Rp 100 juta. Itu masuk dalam kategri pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Sedan Bekas yang Jarang Rewel untuk Orang Tua
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- 5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman Skechers Buat Jalan-Jalan, Cocok Buat Traveling dan Harian
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Jurnalisme Masa Depan: Kolaborasi Manusia dan Mesin di Workshop Google AI
-
Suara.com Raih Top Media of The Year 2025 di Seedbacklink Summit
-
147 Ribu Aparat dan Banser Amankan Misa Malam Natal 2025
-
Pratikno di Gereja Katedral Jakarta: Suka Cita Natal Tak akan Berpaling dari Duka Sumatra
-
Kunjungi Gereja-Gereja di Malam Natal, Pramono Anung: Saya Gubernur Semua Agama
-
Pesan Menko Polkam di Malam Natal Katedral: Mari Doakan Korban Bencana Sumatra
-
Syahdu Misa Natal Katedral Jakarta: 10 Ribu Umat Padati Gereja, Panjatkan Doa untuk Sumatra
-
Melanggar Aturan Kehutanan, Perusahaan Tambang Ini Harus Bayar Denda Rp1,2 Triliun
-
Waspadai Ucapan Natal Palsu, BNI Imbau Nasabah Tidak Sembarangan Klik Tautan
-
Bertahan di Tengah Bencana: Apa yang Bisa Dimakan dari Jadup Rp 10 Ribu Sehari?