Suara.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menilai wacana yang digulirkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengenai pembiayaan partai politik sebesar Rp1 triliun yang bersumber dari APBN belum tepat bila direalisasikan sekarang.
"Kemudian, besarannya terlalu besar, ditambah lagi alokasi masih belum jelas," kata Ade kepada suara.com, Kamis (12/3/2015).
Selain itu, kata Ade, wacana tersebut muncul di tengah kebijakan pemerintah banyak mencabut subsidi untuk rakyat.
"Kemudian pemerintah memberi subsidi partai dalam jumlah besar, padahal partai banyak bermasalah dan anggota DPR maupun DPRD yang dihasilkan partai juga kerap mengkhianati rakyat. Ini jadi tidak adil," kata Ade.
Ade menambahkan sekarang partai politik sudah mendapat dana dari APBN yang disesuaikan dengan perolehan suara dalam pemilu dengan nilai Rp108 per suara. Menurut Ade, nilai itu masih terlalu kecil untuk keperluan partai.
Itu sebabnya, Ade setuju bila alokasi APBN untuk setiap partai politik dinaikkan, tapi jumlahnya jangan Rp1 triliun.
Lebih lanjut Ade mengatakan kalau dana untuk partai dinaikkan, nanti harus dijelaskan dulu kepada publik untuk apa saja uang tersebut.
"Usulan kami, subsidi diberikan untuk membayar daya minimal partai, misalnya operasional pendidikan politik, recruitment," katanya.
Ade menilai negara memang perlu memberikan bantuan kepada partai karena secara tidak langsung hasilnya akan kembali lagi ke rakyat.
Selain itu, kata Ade, juga agar partai tidak dibajak oleh orang yang memiliki banyak uang.
"Kan jadi sama seperti perusahaan. Siapa yang bisa keluarkan uang besar atau punya saham besar, bisa berlaku apa saja," kata Ade.
Yang perlu dilakukan lagi sebelum pemerintah menaikkan subsidi ialah semua partai harus memenuhi syarat.
"Tingkatkan tata kelola, memiliki catatan pengelolaan sampai pertanggungjawaban. Itu harus dibuat secara terbuka," kata Ade.
Ade menilai dana yang telah diberikan pemerintah kepada partai politik selama ini belum transparan.
"Selama ini kan yang tahu keuangan partai hanya beberapa orang saja. Dalam penelitian kami, ada bendahara yang tidak tahu pengelolaan uang partai. Pernah kita tanya, soal penggunaan, ada yang mengatakan pengeluaran tidak dicatat di pembukuan partai, tapi di kepala ketua umum," kata Ade.
Berita Terkait
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
-
KPK Bongkar Peringkat Koruptor: Eselon dan DPR Kejar-kejaran, Swasta Nomor Berapa?
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgub Jakarta?
Terkini
-
Pramono Anung Bicara Kasus Campak di Jakarta, Ada Peningkatan?
-
Kejagung Umumkan Pengambilalihan Lahan Sawit Ilegal, Luasannya Lebih Besar dari Pulau Bali
-
LPDP Panen Kritik: Persyaratan Berbelit, Data Penerima Tidak Transparan?
-
KPK Dalami Pesan WhatsApp Soal Persekongkolan Tersangka Kasus JTTS
-
Desak Rombak UU Pemilu, Yusril Sebut Kualitas DPR Merosot Akibat Sistem Pemilu yang Transaksional
-
Periksa Kapusdatin BP Haji, KPK Cecar Soal Jemaah Haji Khusus yang Bisa Langsung Berangkat
-
Indonesia Target 100 GW Energi Surya: Apa Artinya bagi Ekonomi dan Keadilan Iklim?
-
KPK Panggil Bos PT Kayan Hydro Energy untuk Kasus Suap IUP Kaltim, Materi Pemeriksaan Rahasia
-
Raja Ampat Terancam! Izin Tambang Nikel Diberikan Lagi, Greenpeace Geram!
-
Keluarganya Hilang Tersapu Banjir Bali, Korban Selamat Kaget Sepulang Kerja Rumah Sudah Rata!