Suara.com - Lal Singh, petani desa Mohanpura, putus asa karena badai dan hujan lebat menghancurkan tanaman, yang susah payah dia rawat.
Padahal, Singh menggantungkan harapan pada hasil panen tanamannya untuk membayar utangnya.
Akhirnya, pada Agustus tahun lalu, Singh hanya punya satu pilihan untuk menyelamatkan keuangan keluarga, yaitu menjual dua anak lelakinya untuk bekerja sebagai penggembala selama satu tahun. Dia mendapatkan sekitar Rp6 juta (sekitar 500 dolar AS).
"Saya tidak bisa membayar utang dan perlu modal untuk kembali bertani," kata Singh saat diwawancara di Mohanpuram, negara bagian Madhya Pradesh, India.
Dia mengaku memutuskan menjual anaknya meski mengetahui bahwa "anaknya beresiko dipaksa bekerja dalam kondisi yang kejam.
Pejabat pemerintahan setempat mengatakan bahwa kegagalan panen akibat cuaca ekstrem telah membuat sejumlah keluarga di Madhya Pradesh mengalami kesulitan finansial. Beberapa di antara mereka melakukan bunuh diri sementara yang lain menjual anak.
Pada April, pemerintah setempat berhasil menyelamatkan lima anak yang dipaksa untuk bekerja. Dua anak Singh, Sumit (12) dan Amit (11) yang dijual pada Agustus lalu berada di antara mereka yang berhasil diselamatkan.
Kelima anak itu melarikan diri dari tempat mereka bekerja namun takut untuk pulang karena khawatir akan reaksi orang tuanya. Orang yang mempekerjakan mereka telah ditahan dengan tuduhan pengurungan anak.
Menurut keterangan pejabat daerah setingkat kabupaten Harda, Rajnish Shrivastava, masih banyak petani-petani lain yang menukar anaknya dengan sejumlah uang.
"Kami tidak dapat membiarkan anak-anak diperjual-belikan sedemikian rupa," kata dia.
Bunuh Diri Di sisi lain, jalan keluar lain bagi petani India yang gagal panen selain menjual anak adalah dengan bunuh diri.
Angka bunuh diri di kalangan petani di India baru-baru ini naik tajam. Sekitar 40 petani tercatat melakukan tindakan tersebut di Madhya Pradesh pada periode Februari sampai Mei 2015.
Menurut data pemerintah, Madhya Pradesh adalah daerah paling parah terkena musibah gagal panen. Lebih dari 570.000 hektar rabi--gandum dan tanaman lain yang ditabur pada musim dingin dan dipanen pada musim semi--rusak karena hujan lebat dan badai.
Keadaan serupa menimpa sejumlah negara bagian lain seperti Maharashtra, Rajasthan, dan Punjab, demikian keterangan aktivis lembaga Right to Food, Sachin Jain.
Pemerintahan di negara-negara bagian tersebut mengaku telah membantu para petani. Namun para aktivis mengatakan bahwa proses distribusi bantuan tersebut memakan waktu terlalu lama.
Jain sendiri mengatakan bahwa korupsi di sejumlah wilayah menyebabkan bagian untuk petani menjadi semakin kecil.
"Lebih dari itu, jumlah kompensasi yang diterima petani jauh dari cukup untuk membayar hutang-hutang mereka," kata dia. (Antara)
BERITA MENARIK LAINNYA:
Kisah 1 Juta 'Suku Tikus' di Beijing
Sibad Nyaris Tergiur Kencani Lelaki Hidung Belang
Inikah Penampakan Wajah Asli Shakespeare?
Mutilasi Anak, Perawat Ini Dihukum Seumur Hidup
Ashanty Ungkap Alasan Aurel dan Tommy Putus
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
Terkini
-
Anggaran Dipangkas Rp 15 Triliun, Gubernur DKI Siapkan Obligasi Daerah, Menkeu Beri Lampu Hijau
-
Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'
-
Teror Bom Dua Sekolah Internasional di Tangesel Hoaks, Polisi: Tak Ada Libur, Belajar Normal!
-
Hotman Paris Singgung Saksi Ahli Kubu Nadiem: 'Pantas Anda Pakai BMW Sekarang, ya'
-
Regulasi Terus Berubah, Penasihat Hukum Internal Dituntut Adaptif dan Inovatif
-
LMS 2025: Kolaborasi Global BBC Ungkap Kisah Pilu Adopsi Ilegal Indonesia-Belanda
-
Local Media Summit 2025: Inovasi Digital Mama dan Magdalene Perjuangkan Isu Perempuan
-
KPK Bongkar Modus 'Jalur Cepat' Korupsi Haji: Bayar Fee, Berangkat Tanpa Antre