Suara.com - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand), Saldi Isra mengatakan, posisi Presiden RI relatif lebih kuat secara konstitusional, setelah adanya amendemen atas UUD 1945 yang dimulai tahun 1999.
"Posisi Presiden dapat dikatakan relatif lebih kuat dalam fungsi legislasi, dengan kehadiran Pasal 20 Ayat (2) dan (3) UUD 1945," ungkap Saldi, dalam acara bertajuk "Seminar Peradaban Sistem Pemerintahan Indonesia, Presidensial atau Parlementer", di Wisma Elang Laut, Menteng, Jakarta, Selasa (26/5/2015).
Pasal tersebut, kata Saldi, menjadikan Presiden dalam posisi sama kuat atau fifty-fifty dalam pembahasan dan persetujuan sebuah rancangan undang-undang (RUU) dengan DPR. Hal itu terlihat dari desain UUD 1945 hasil perubahan, di mana ada sejumlah tahapan dalam proses pembentukan UU yang menjadi wewenang Presiden.
"Wewenang tersebut berupa pengesahan dan pengundangan sebuah rancangan undang-undang," ujarnya.
Lebih lanjut, Saldi mengatakan, dalam hal agenda tahunan seperti pengajuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), posisi Presiden malah lebih kuat. Di mana menurutnya, hanya Presiden yang dapat mengajukan Rancangan APBN (RAPBN) untuk mendapatkan persetujuan.
"Kekuatan Presiden yang diatur konstitusi tersebut semakin terlihat, mana kala APBN tidak mendapatkan persetujuan. Presiden dapat menggunakan perhitungan APBN tahun sebelumnya," katanya.
Kendati demikian di dalam praktiknya, lanjut Saldi, Presiden sepertinya lebih lemah dari DPR. Kondisi itu dikarenakan dalam hubungannya, acap kali Kepala Negara dalam pelaksanaan agenda kenegaraan memerlukan persetujuan dan pertimbangan lembaga legislatif.
"Misalnya persetujuan dalam menyatakan perang, membuat perdamaian, perjanjian antarnegara dan pemberhentian anggota KY. Lalu, pertimbangan DPR diperlukan dalam mengangkat duta, menerima duta negara lain, serta memberi amnesti dan abolisi," ungkapnya.
Meski demikian, tambah Saldi, keganjilan situasi dalam sistem presidensial pascaperubahan UUD 1945 bukanlah karena kesalahan desainnya. Melainkan lebih banyak disebabkan proses pencarian titik keseimbangan baru dalam praktiknya.
"Jadi, beda dengan dulu di zaman Orde Baru, di mana praktik sistem presidensial benar-benar menempatkan Presiden sebagai kendali sentral dalam pola hubungan antarlembaga negara. Situasinya juga memang diarahkan mencari keseimbangan itu," katanya menambahkan. [Antara]
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Lumpur Setinggi 2 Meter Mustahil Disingkirkan? Ini Solusi Manfaatkan Kayu Gelondongan Sisa Banjir
-
Kemensos Siapkan Jaminan Hidup Korban Bencana Sumatra Selama 3 Bulan
-
Kubu Roy Suryo Ungkap Detik-detik 'Penyusup' Kepergok Masuk Ruang Gelar Perkara Kasus Ijazah Jokowi
-
Prabowo Kunjungan di Sumatra Barat, Tinjau Penanganan Bencana dan Pemulihan Infrastruktur
-
Viral Tumpukan Sampah Ciputat Akhirnya Diangkut, Pemkot Tangsel Siapkan Solusi PSEL
-
KPK Buka Peluang Periksa Istri Ridwan Kamil di Kasus Korupsi Bank BJB, Sebut Perceraian Tak Pengaruh
-
Membara Kala Basah, Kenapa Kebakaran di Jakarta Justru Meningkat Saat Hujan?
-
Keroyok 'Mata Elang' Hingga Tewas, Dua Polisi Dipecat, Empat Lainnya Demosi
-
Disebut-sebut di Sidang Korupsi Chromebook: Wali Kota Semarang Agustina: Saya Tak Terima Apa Pun
-
Kemenbud Resmi Tetapkan 85 Cagar Budaya Peringkat Nasional, Total Jadi 313