Suara.com - Lembaga Forum Indonesia Untuk Tranparansi Anggaran memberikan sejumlah catatan terkait penolakan keinginan DPR menaikkan nilai dana aspirasi daerah pemilihan menjadi sebesar Rp20 miliar setiap tahun.
Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi, anggota parlemen dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Dia menilai argumentasi dewan dengan memasukkan huruf (j) dalam Pasal 20 UU MD3 tahun 2014 lemah dan cenderung akal-akalan.
"Pasal karet ini multitafsir tapi yang pasti tidak serta merta penyaluran aspirasi dapil harus bersifat uang atau dana anggaran dari APBN," kata Apung di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (14/6/2015).
Apung menilai selama ini DPR salah kaprah menyatakan memiliki hak budget.
"DPR tidak memiliki hak menggunakan anggaran. Hak budget. Karena hanya merancang dan menyetujui," katanya.
Apung juga menilai dana aspirasi daerah pemilihan bertolak belakang dari alur pembangunan. Dia menilai daerah pemilihan memiliki masalah dan prioritas yang berbeda-beda. Namun, dia melihat alokasi dana aspirasi disamaratakan.
"Sekarang ada DAK , DAU, dan dana desa. Kalau DPR pintar ada revisi hubungan pusat dan daerah. Kalau dana aspirasi bener turun akan menimbulkan ketimpangan. Kan ini bukan proses anggaran. Ini proses titip menitip," kata dia.
Alasan penolakan FITRA lainnya, dana aspirasi dinilai tidak mempunyai tujuan. Bahkan, kata Apung, tidak sesuai dengan pendekatan anggaran berbasis fungsi dan kinerja.
"Dana aspirasi tidak jelas. Outputnya tidak jelas," katanya.
Alasan lainnya, rencana dana aspirasi berdampak pada sistem keuangan pusat dan daerah.
"Memperparah perimbangan dana. Kan sudah hilang bansos hibah. DPR sengaja mencari mirip seperti itu. Pertanggungjawaban lemah," katanya.
Selain itu, kata dia, alokasi dana itu juga berpotensi menimbulkan korupsi, bahkan celah korupsi lebih tinggi ketimbang dana hibah dan bansos.
Kata Apung, selama ini masyarakat belum pernah melihat pertanggungjawaban anggota DPR dalam pengelolaan dana reses. Untuk itu, kata dia, akutanbilitas kelembagaan di DPR masih dipertanyakan.
Terlebih, FITRA melihat dana aspirasi sebagai bentuk politik anggaran yang lebih mementingkan individu ketimbang kepentingan masyarakat.
"Dana aspirasi memiskinkan rakyat," kata dia.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
Terkini
-
Era Baru Pengiriman MBG: Mobil Wajib di Luar Pagar, Sopir Tak Boleh Sembarangan
-
BGN Atur Ulang Jam Kerja Pengawasan MBG, Mobil Logistik Dilarang Masuk Halaman Sekolah
-
BGN Memperketat Syarat Sopir MBG Pasca Insiden Cilincing, SPPG Tak Patuh Bisa Diberhentikan
-
Bupati Kini Jadi 'Dirigen' Program MBG, Punya Kuasa Tutup Dapur Nakal
-
Program MBG Bikin Ibu di Lumajang Kantongi Ratusan Ribu, Ekonomi Lokal Melesat
-
Babak Penentuan Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Gelar Perkara Khusus Senin Depan
-
Kebahagiaan Orangtua Siswa SMK di Nabire Berkat Program Pendidikan Gratis
-
Sosialisasi Program Pendidikan Gratis, SMK Negeri 2 Nabire Hadirkan Wali Murid
-
BMKG Rilis Peringatan Dini Cuaca Ekstrem di Sejumlah Kota, dari Pekanbaru Hingga Banten
-
Cuaca Hari Ini: Jakarta dan Sekitarnya Diguyur Hujan Ringan, Waspada Banjir