Suara.com - Rencana pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin menghidupkan lagi pasal penghinaan presiden dalam revisi Undang-undang KUHP mendapat tentangan keras.
Salah satu yang menentang, yakni bekas terpidana kasus penghinaan presiden pada 1993 lalu, Yeni Rosa Damayanti yang dihubungi suara.com.
Yeni Rosa mengungkapkan, pasal penghinaan presiden itu sudah tidak lagi relevan saat ini, apalagi sejak Mahkamah Konstitusi menghapusnya pada 2006 lalu.
Dia juga sekaligus merespon pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sempat mewajarkan kalau pasal ini diberlakukan lagi karena presiden perlu dihormati dan dilindungi.
“Dilindungi iya dari ancaman pembunuhan. Misalnya penculikan dan ancaman lain. Kalau kritik bisa macam-macam, bisa pedas. Itu dilindungi dari apanya? Kalau dilindungi dari kritikan orang, itu bukan ancaman yang real,” tegas Yeni melalui sambungan telepon, Selasa (4/8/2015).
Yeni sekaligus meminta kepada DPR untuk tidak menyetujui usulan pasal penghinaan ini, meski dia ragu DPR mau membatalkannya.
“Pasti nggak heran kalau mereka mendukung. Semua orang kan terkejut karena pemerintahan Jokowi (yang usul). Banyak aktivis kecewa. Bedanya mungkin bukan karena pada dasarnya militeristik, karena dia tidak tahu,” ujar Yeni lagi.
Menurutnya, Jokowi mesti berhati-hati pada rencana revisi KUHP dan pasal penghinaan presiden itu karena bisa berdampak pada masyarakat luas.
Yeni diketahui sempat diincar untuk didakwa lagi dengan pasal serupa pada 1995. Dia dituding ikut dalam salah satu ceramah kegiatan mahasiswa di Berlin, Jermanm yang dianggap menghina Presiden Soeharto yang juga diikuti oleh Sri Bintang Pamungkas.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah mengajukan 786 Pasal dalam RUU KUHP ke DPR untuk disetujui menjadi UU KUHP, antara lain pasal mengenai Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden yang sebenarnya sudah dihapus Mahkamah Konstitusi pada 2006.
Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP berbunyi: "setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Ketegori IV."
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Malam Tahun Baru 2026 Jalur Puncak Berlaku Car Free Night, Cek Jadwal Penyekatannya di Sini
-
Rilis Akhir Tahun 2025 Polda Riau: Kejahatan Anjlok, Perang Lawan Perusak Lingkungan Makin Sengit
-
Rekaman Tengah Malam Viral, Bongkar Aktivitas Truk Kayu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh
-
'Beda Luar Biasa', Kuasa Hukum Roy Suryo Bongkar Detail Foto Jokowi di Ijazah SMA Vs Sarjana
-
Kadinsos Samosir Jadi Tersangka Korupsi Bantuan Korban Banjir Bandang, Rugikan Negara Rp 516 Juta!
-
Bakal Demo Dua Hari Berturut-turut di Istana, Buruh Sorot Kebijakan Pramono dan KDM soal UMP 2026
-
Arus Balik Natal 2025: Volume Kendaraan Melonjak, Contraflow Tol Jakarta-Cikampek Mulai Diterapkan!
-
18 Ribu Jiwa Terdampak Banjir Banjar, 14 Kecamatan Terendam di Penghujung Tahun
-
UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,7 Juta Diprotes, Rano Karno: Kalau Buruh Mau Demo, Itu Hak Mereka
-
Eks Pimpinan KPK 'Semprot' Keputusan SP3 Kasus Korupsi Tambang Rp2,7 Triliun: Sangat Aneh!