Suara.com - Ketua Mahkamah Agung RI Hatta Ali menegaskan putusan sidang peninjauan kembali (PK) dari Kejaksaan Agung dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar dengan tergugat mantan Presiden Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Beasiswa Supersemar sudah final. Putusan tak bisa diganggu gugat.
Dalam putusannya, MA memperbaiki kesalahan ketik yang terdapat dalam salinan putusan kasasi. "Sudah final, itu kan putusan PK," kata Hatta Ali di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (17/8/2015).
Sedangkan putri Presiden kedua RI Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto menyebut Yayasan Supersemar sudah bangkrut. Sehingga pemerintah tidak dapat menuntutnya untuk mengembalikan kerugian negara sekitar Rp4,4 triliun.
Menanggapi hal itu, Hatta mengatakan hal tersebut perlu dibuktikan dengan pencarian aset-asetnya.
"Makanya nanti Kejaksaan mewakili pemerintah atas nama negara mencari aset-asetnya. Nanti temuan asetnya disampaikan ke Pengadilan, dan yang mengeksekusi adalah Pengadilaan Negeri," ujarnya.
Selanjutnya, Pengadilan Negeri menunggu informasi dari pihak Kejaksaan dalam penelusuran dan pengembalian aset tersebut.
"Nanti Pengadilan Negeri menunggu informasi dari Kejaksaan, dimana saja asetnya yang akan dieksekusi. Ya nanti lihat, harus aset Supersemar," tegasnya.
Sebelumnya, dalam situs resmi MA mencantumkan, majelis PK yang terdiri dari Suwardi (ketua majelis), Soltoni Mohdally, dan Mahdi Soroinda mengabulkan PK yang diajukan Negara RI cq Presiden RI melawan mantan Presiden Soeharto dan ahli warisnya. Majelis yang sama menolak PK yang diajukan Yayasan Supersemar. Perkara yang diregistrasi dengan nomor 140 PK/PDT/2015 tersebut dijatuhkan pada 8 Juli.
Kasus ini awalnya diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 27 Maret 2008, Majelis Hakim mengabulkan gugatan diajukan Kejaksaan Agung terhadap Yayasan Supersemar. Majelis memvonis yayasan tersebut mengganti kerugian kepada negara senilai 105 juta dolar dan Rp46 miliar.
Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009 dan juga oleh kasasi MA pada 28 oktober 2010. Namun majelis hakim yang di pimpin oeh Harifin Tumpa, melakukan kesalahan ketik. Saat itu, Yayasan Supersemar mesti membayar 75 persen x 420 ribu dolar AS atau sama dengan 315 ribu dolar AS dan 75 persen x Rp185.918.904 = Rp 139.229.178.
Semestinya dalam putusan itu ditulis Rp185 miliar, namun justru tertulis Rp185.918.904. Alhasil putusan tersebut, tidak dapat dieksekusi dan membuat jaksa melakukan peninjauan kembali pada September 2013, yang juga diikuti Yayasan Supersemar.
Jika mengikuti kurs mata uang dolar Amerika saat ini, maka Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Supersemar harus membayar USD315 juta dan Rp139,2 miliar kepada negara. Apabila 1 dollar AS sama dengan Rp13.500, uang yang dibayarkan mencapai Rp4,25 triliun ditambah Rp139,2 miliar atau semuanya Rp4,4 triliun.
BACA JUGA:
KPK Heran Sikap Kaligis, Minta Cepat, Tapi Tolak Teken Berkas
Kenapa Farhat Bela Pengendara Moge Ugal-ugalan?
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Koalisi Sipil Sebut Usulan Pahlawan Upaya Cuci Dosa Soeharto: Cuma Orang Gila Maafkan Diri Sendiri
-
Gubernur Riau Telah Terima Uang Pemerasan Rp4,05 Miliar, Ada yang Mengalir ke PKB?
-
Rumah Hakim Kasus Korupsi Anak Buah Bobby Terbakar, Begini Kata Polisi usai 2 Kali TKP
-
Hotman Paris Sebut Saksi Ahli CMNP Jadi 'Senjata Makan Tuan' dalam Sidang Sengketa NCD
-
Lagi Jadi Fokus Dirut Transjakarta, Kenapa Mode Share Transportasi Umum di Jakarta Baru 22 Persen?
-
Rumah Hakim PN Medan Kebakaran, Sengaja Dibakar atau Murni Kecelakaan?
-
Akhir Petualangan Dokter Predator, Priguna Anugerah Divonis 11 Tahun Penjara
-
Tolak Soeharto Pahlawan, Cerita Pilu Penyintas Tragedi Tanjung Priok: Ditelanjangi di Markas Kodim
-
Bukan Lagi Soal Look Good, Ini Prioritas Baru Kelas Menengah Indonesia yang Harus Dipahami Brand
-
Momen Haru Jokowi Saksikan Pelepasan Jenazah Raja Solo PB XIII, Ribuan Warga Tumpah Ruah