Suara.com - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) urung melakukan pembacaan putusan MKD terhadap tiga kasus yang menimpa anggota DPR. Sedianya, MKD menjadwalkan pembacaan putusan empat orang anggota DPR yang teradu melakukan dugaan pelanggaran etika.
Anggota MKD Syarifuddin Sudding mengatakan, ketiga anggota DPR itu urung mendengarkan putusan terkait duggan pelanggaran etika masing-masing, lantaran tengah bertugas di luar kota.
"Mereka ada kunjungan kerja dari Komisinya, Pak Hendri dan Frans ke Lampung, Pak Muhlisin ke Kalimantan," ujar Sudding di DPR, Jakarta, Senin (28/9/2015).
Dia mengatakan, putusan ini sebenarnya sudah lama, dan tinggal dibacakan. Namun, karena teradu tidak ada di Jakarta, maka MKD akan menjadwal ulang dengan batas waktu yang belum ditentukan.
"Sudah lama prosesnya tinggal diputuskan. Cuma hari ini ingin dibacakan tapi mereka sedang keluar daerah," kata Politisi Hanura ini.
Empat nama yang diputus KPK hari ini adalah Krisna Mukti, Frans Agung Mula Putra, Muchlisin dan Henry Yosodiningrat.
Krisna Mukti hadir dalam pembacaan putusan ini. Dia pun diputus bersalah dengan pelanggaran kode etik ringan dengan sanksi teguran lisan untuk kasus penelantaran istrinya.
Sedangkan untuk Muchlisin, dia dilaporkan seorang tukang jahit karena belum bayar biaya jahit. Uang biaya jahit menjahit ini mencapai Rp6juta. Namun hal itu sudah diklarifikasi dan sudah dibayarkan.
"Muchlisin kaitan dengan masalah ada tagihan dari tukang jahit. Jumlah tagihannya, kalau saya sampaikan kamu tidak percaya," ujar Sudding.
Sementara, Frans Agung dilaporkan mantan stafnya, Denty Noviany Sari atas kasus dugaan penggunaan gelar doktor palsu.
Denty mengaku, Frans sempat meminta dirinya membuat kartu nama dengan mencantumkan gelar tersebut. Namun, pengacara Denty, Jamil mengatakan, gelar doktor itu palsu karena Frans belum menyelesaikan studi S3-nya di Universitas Satyagama, Jakarta.
Sedangkan untuk Henry Yosodiningrat dilaporkan mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Soehandoyo, atas dugaan pelanggaran kode etik karena menggunakan kop surat lembaga DPR untuk kepentingan pribadi dan intervensi terhadap pihak kepolisian.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan
-
Ibu-Ibu Korban Bencana Sumatra Masih Syok Tak Percaya Rumah Hilang, Apa Langkah Mendesak Pemerintah?
-
Eks Wakapolri Cium Aroma Kriminalisasi Roy Suryo Cs di Kasus Ijazah Jokowi: Tak Cukup Dilihat
-
Nasib 2 Anak Pengedar Narkoba di Jakbar: Ditangkap Polisi, 'Dilepas' Gara-gara Jaksa Libur
-
Mendiktisaintek: Riset Kampus Harus Bermanfaat Bagi Masyarakat, Tak Boleh Berhenti di Laboratorium
-
Dengarkan Keluhan Warga Soal Air Bersih di Wilayah Longsor, Bobby Nasution Akan Bangunkan Sumur Bor
-
Di Balik OTT Bupati Bekasi: Terkuak Peran Sentral Sang Ayah, HM Kunang Palak Proyek Atas Nama Anak
-
Warga Bener Meriah di Aceh Alami Trauma Hujan Pascabanjir Bandang
-
Mutasi Polri: Jenderal Polwan Jadi Wakapolda, 34 Srikandi Lain Pimpin Direktorat dan Polres