Suara.com - Pemerintah Indonesia menunggu dokumen proposal terkait Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership/TPP) untuk dapat dipelajari lebih lanjut, sebelum bergabung dalam kerja sama tersebut secara resmi. Demikian antara lain diungkapkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, di Kantor Wakil Presiden (Wapres), Jakarta, Jumat (30/10/2015).
"Indonesia berharap dapat segera mendapatkan dokumen mengenai TPP (Trans-Pacific Partnership) untuk kita pelajari, jadi tidak tiba-tiba kita bergabung, karena sapai sekarang dokumen itu kita belum punya," kata Retno usai bertemu Wapres Jusuf Kalla.
Retno menjelaskan, sikap Pemerintah RI dalam kemitraan tersebut adalah berniat untuk bergabung setelah mempelajari dokumen proposalnya.
"Ada yang harus dijelaskan bahwa (Pemerintah) Indonesia bermaksud ikut dalam Kemitraan tersebut. 'Intent to', bukan akan atau dalam Bahasa Inggris 'will', dan (niat) itu tentu setelah kita mempelajari dokumen yang ada," jelasnya.
Oleh karena itu, setelah Pemerintah mendapatkan dokumen tersebut, para menteri Kabinet Kerja dapat segera menyusun kerangka kebijakan berdasarkan Kemitraan tersebut.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kesepakatan pemerintah untuk bergabung dalam Kemitraan Trans-Pasifik dapat meningkatkan kemampuan daya saing perdagangan dengan negara-negara lintas kawasan.
"Itu akan dijajaki dulu, karena ini sudah bertahun-tahun dan dulu pemerintah tentu punya pertimbangan dengan bijak. Sekarang, kita melihat ini untuk meningkatkan daya saing kita dan memperluas pasar," kata Wapres.
Dia menjelaskan keikutsertaan Pemerintah Indonesia dalam kerja sama Kemitraan Trans-Pasifik tersebut dapat menyetarakan posisi Indonesia dengan negara-negara baik di kawasan maupun lintas kawasan.
Terkait pandangan beberapa pihak bahwa perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik tidak dapat memberikan keuntungan lebih bagi Indonesia, Wapres menilai kemitraan tersebut lambat laun akan menjadi kebutuhan pasar sehingga pemerintah tidak ingin kehilangan kesempatan untuk meraup pangsa tersebut.
"Kita tidak ingin daya saing kita berkurang, bagaimana pun pasar Amerika dan Pasifik kan besar, kita bisa merambah pasar yang lebih luas. Ini masalah pasar," jelasnya. [Antara]
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional