Suara.com - Bupati Pulau Morotai nonaktif Rusli Sibua dituntut Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi dengan hukuman pidana enam tahun penjara dan denda uang sebesar Rp300 juta subsider empat bulan penjara. Rusli merupakan terdakwa kasus suap sebesar Rp2,89 miliar kepada M. Akil Mochtar yang saat menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi terkait gugatan sengketa Pilkada 2011 di Morotai, Maluku Utara.
Jaksa KPK Eva Yustisiana juga mengajukan permohonan kepada majelis hakim untuk menambahkan hukuman pidana kepada Rusli yaitu mencabut hak politik Rusli untuk dipilih dan memilih selama 10 tahun berlaku sejak adanya putusan hukum tetap.
"Agar bangsa ini tidak salah memilih pemimpin bahwa terdakwa telah melanggar amanah dengan berperilaku korupsi," katanya di Pengadilan Tipikor.
Jaksa KPK menganggap Rusli terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) Huruf a subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini berawal saat berlangsungnya Pilkada Kabupaten Pulau Morotai tahun 2011. Pada pilkada tersebut, Rusli berpasangan dengan Weni R. Paraisu. Mereka pada 24 Mei 2011 mengajukan permohonan keberatan atas keputusan KPU Kabupaten Pulau Morotai yang menetapkan lawannya, Arsad Sardan dan Demianus Ice, sebagai bupati dan wakil bupati Kabupaten Pulau Morotai periode 2011-2016 ke MK.
"Menunjuk Sahrin Hamid selaku Penasihat Hukum atas saran Muchlis Tapi Tapi dan Muchammad Djuffry, kemudian Sahrin Hamid mengomunikasikan kasus Pilkada tersebut kepada Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi yang telah dikenalnya pada saat sama-sama menjadi anggota DPR," kata Jaksa KPK Ahmad Burhanudin di pengadilan Tipikor pada Kamis (13/8/2015).
Kemudian, pada 30 Mei 2011 Ketua MK menerbitkan SK Nomor: 291/TAP.MK/2011 yang menetapkan Panel Hakim Konstitusi untuk memeriksa permohonan keberatan tersebut dengan susunan panel Akil Mochtar sebagai Ketua, Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai anggota.
"Saat permohonan sedang diperiksa, Akil Mochtar menelpon Sahrin Hamid untuk menyampaikan kepada terdakwa agar menyiapkan uang sebesar Rp6 miliar untuk majelis dan panitera sebelum putusan dijatuhkan agar gugatannya dimenangkan," kata Jaksa Ahmad.
Namun, setelah pesan tersebut disampaikan kepada terdakwa dan Mukhlis Tapi Tapi, terdakwa hanya menyanggupi sebesar Rp3 miliar. Kemudian dari informasi pemberian yang disanggupi terdakwa, Akil Mochtar meminta Sahrin agar uang tersebut ditransfer ke rekening tabungan atas nama CV. Ratu Semangat pada Bank Mandiri.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Nasib 8 ABK di Ujung Tanduk, Kapal Terbakar di Lampung, Tim SAR Sisir Lautan
-
30 Tahun Jadi TPS, Lahan Tiba-tiba Diklaim Pribadi, Warga Pondok Kelapa 'Ngamuk' Robohkan Pagar
-
Baju Basah Demi Sekolah, Curhat Pilu Siswa Nias Seberangi Sungai Deras di Depan Wapres Gibran
-
Mubes NU Tegaskan Konflik Internal Tanpa Campur Pemerintah, Isu Daftarkan SK ke Kemenkum Mencuat
-
Jabotabek Mulai Ditinggalkan, Setengah Juta Kendaraan 'Eksodus' H-5 Natal
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU