Suara.com - Kasus yang dialami Siyono, warga Klaten, Jawa Tengah, menyita perhatian serius banyak kalangan. Siyono meninggal dunia setelah dibawa anggota Datasemen Khusus 88 Antiteror Polri karena dicurigai terlibat terorisme. Saat ini, keluarganya sedang mencari keadilan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah A. M. Fatwa menilai cara pemerintah, khususnya Polri, sewenang-wenang dalam menangani masyarakat yang masih berstatus terduga teroris. Tindakan tersebut, menurut Fatwa, justru bakal memicu kelompok teroris bertindak semakin radikal.
"Penguasa sekarang tampaknya secara sembrono menghadapi rakyat. Pemerintah, kepolisian main hantam saja, ini malah menyuburkan kelompok radikal semakin ekstrim," kata Fatwa dalam acara diskusi tentang Ancaman Terorisme dan Stabilitas Daerah di Hotel Gren Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (3/4/2016).
Menurut Fatwa kelompok Islam radikal di Tanah Air tak bisa dihadapi dengan cara-cara kekerasan. Terlepas apakah Siyono benar seperti apa yang dicurigai Densus 88, tindakan represif seperti itu justru akan membuat kelompok radikal semakin kuat.
"Kelompok masyarakat yang berpaham ekstrim itu tidak bisa dihadapi dengan kekerasan. Kalau mereka melanggar hukum memang dibenarkan undang undang ditangkap, tapi banyak yang salah paham, main hantam saja," ujar dia.
Fatwa mengingatkan terorisme bersifat laten karena menjadi isu internasional dan nasional. Masalah ini harus ditangani secara cermat. Isu terorisme, katanya, bisa jadi malah jadi proyek pemilik kekuasaan.
"Terorisme ini jadi isu internasional, nasional yang jadi proyek. Benturan antara globalisme ekstrim, Amerika Serikat dan Israel, yang menimbulkan perlawanan nasionalisme agama sehingga membentuk ektrim," ujar dia.
Fatwa mengutip pernyataan anggota parlemen Malaysia, Wan Azizah Wan Ismail -- tokoh oposisi Anwar Ibrahim -- di forum internasional bahwa aksi kelompok terorisme tidak bisa dihadapi dengan serangan kekerasan. Namun, mereka bisa dihadapi dengan pendekatan diplomasi.
"Tapi negara adidaya (seperti AS) justru membiayai untuk memperkuat (tindakan represif negara terhadap terorisme). Akhirnya terjadi salah paham masyarakat dengan pemerintah. Saya khawatir cara-cara intelijen seperti era Orde Lama dan Orde Baru (represif)," kata dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru
-
Judi Online Lebih Ganas dari Korupsi? Menteri Yusril Beberkan Fakta Mengejutkan
-
Bangunan Hijau Jadi Masa Depan Real Estate Indonesia: Apa Saja Keuntungannya?
-
KPK Tangkap Gubernur Riau, PKB 'Gantung' Status Abdul Wahid: Dipecat atau Dibela?
-
Sandiaga Uno Ajak Masyarakat Atasi Food Waste dengan Cara Sehat dan Bermakna
-
Mensos Gus Ipul Tegaskan: Bansos Tunai Harus Utuh, Tak Ada Potongan atau Biaya Admin!
-
Tenaga Ahli Gubernur Riau Serahkan Diri, KPK Periksa 10 Orang Terkait OTT
-
Stop Impor Pakaian Bekas, Prabowo Perintahkan Menteri UMKM Cari Solusi bagi Pedagang Thrifting