News / Nasional
Sabtu, 21 Mei 2016 | 12:33 WIB
Habibie Boys dan perwakilan PWI, Marasati Siregar [suara.com/Siswanto]

Suara.com - Menurut laporan World Bank dan McKinsey, tahun 2030, Indonesia akan menjelma menjadi negara enam besar dunia atau sering disebut sebagai bonus demografi. Peringkat satu Cina, kemudian Amerika Serikat, Jepang, Brasil, Rusia, dan Indonesia.

"14 tahun lagi. Indonesia akan dapatkan durian runtuh. Bonus demografi. Indonesia ini usia 18-60 nanti akan mencapai 70 persen," kata Sekretaris Jenderal  Ikatan Alumni Program Habibie, Bimo Sasongko, di kantor Euro Management Indonesia, Jalan R. P. Soeroso 6, Menteng, Jakarta Pusat.

Bimo menambahkan syarat untuk bisa memanfaatkan durian runtuh tentu dari sekarang sumber daya manusia Indonesia harus dipersiapkan.  Sebab, kalau SDM tidak siap, tentu bonus demografi tidak berguna.

"Kalau SDM loyo, tak berkualitas, tak guna itu bonus. Nanti malah jadi preman, predator kekerasan seksual aja," kata Ketua Bidang Pengembangan Profesionalitas Tenaga Kerja, ICMI Pusat. "Jadi bonus demografi ini jangan disia-siakan. Jadikan ini keberkahan bagi bangsa, melalui persiapan SDM yang unggul."

CEO & Presiden Director Euro Management Indonesia mengatakan satu-satunya persiapan untuk memanfaatkan bonus demografi ialah menciptakan SDM yang unggul. Yaitu lewat pengiriman anak-anak bangsa untuk belajar ke negara-negara maju di dunia.

"Kalau belajar di Indonesia saja saya yakin nggak akan tercapai," katanya.

Euro Management Indonesia mengambil peran itu. Lembaga ini memberikan program beasiswa belajar bahasa asing untuk persiapan belajar ke negara maju untuk anak-anak lulusan SMA -- untuk tahap awal di Jabodetabek.

"Sekarang 2.500 orang sudah daftar (1.300 siswa SMA dan 1.200 mahasiswa). Beasiswa belajar tanpa tes, tanpa ikatan dinas. Ini satu-satunya di Indonesia. Kita beri dua semester beasiswa. Supaya mereka kuasai bahasa, ada lima bahasa, tinggal pilih. Tidak peduli kaya, miskin, yang penting punya niat semangat," katanya.

Beasiswa belajar bahasa Inggris, Jepang, Jerman, Belanda, dan Prancis dari Euro Management Indonesia sekarang juga menyasar kalangan wartawan. Bimo menilai kalangan ini sangat penting untuk dipersiapkan menjadi unggul dengan kemampuan bahasa asing menuju Indonesia tahun 2030.

"Kami juga perlu perkuat kru wartawan. Kita akan bersaing dengan internasional. Wartawan harus canggih, interaksi dengan sumber-sumber asing dengan pede. Kami bikin kursus bahasa gratis untuk seluruh wartawan Indonesia tanpa tes, tanpa seleksi, lima bahasa, boleh pilih, kalau kuat dua bahasa boleh juga," kata Bimo.

Bimo mengatakan Euro Management Indonesia berharap program ini bermanfaat buat wartawan, untuk meningkatkan kualitas.

Untuk sementara, program beasiswa gratis selama dua semester buat wartawan baru di Jabodetabek, tahap berikutnya ke luar daerah tersebut.

Program beasiswa jurnalis ini, kata Bimo, merupakan program beasiswa belajar bahasa asing yang ditargetkan untuk seribu wartawan periode 2016-2017.

"Program ini pertamakali dan satu-satunya di Indonesia dengan kerjasama dengan PWI," kata dia.

Apa yang dilakukan oleh Euro Management bekerjasama dengan Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia ini terinspirasi dari perjuangan mantan Presiden RI B. J. Habibie ketika masih menjadi menteri riset dan teknologi. Ketika itu, Habibie sudah berpikir jauh ke depan. Dia mengirimkan 4.000 anak SMA berprestasi belajar ke negara-negara maju agar kelak setelah pulang, bisa berkontribusi memajukan bangsa.

"Beliau berpikiran, di tahun-tahun sekarang, orang-orang yang belajar di luar negeri itu akan balik ke Indonesia. Dan akan menjadi pemegang keputusan di bidang teknologi dan lain-lain. Dan visi Pak Habibie itu benar-benar tercapai sekarang ini," kata dia.

"4.000 orang yang pernah dikirim Pak Habibie pada 30 tahun yang lalu itu, sekarang sudah jadi ahli-ahli, itu yang kemudian mereka disebut sebagai Habibie Boys," Bimo menambahkan. Bimo sendiri merupakan bagian dari 4.000 orang anak SMA yang pernah dikirim Habibie untuk menyerap ilmu pengetahuan di negara maju.

Visi Habibie ialah anak-anak bangsa harus mempelajari dan menyerap pengetahuan langsung dari pusatnya, negara-negara maju di dunia. Diharapkan, tahun 2030, mereka yang kuliah keluar negeri sudha kembali ke Tanah Air dan membangun negara.

Load More