Suara.com - Anggota Komisi IV DPR Akmal Pasluddin menilai kebijakan pemerintah, khususnya Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan dan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, untuk melanjutkan kembali megaproyek reklamasi Teluk Jakarta dapat berakibat pada kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Menurut Akmal hal itu semakin diperkuat dengan minimnya transparansi dari pemerintah untuk membuka dokumen hasil kajian sebagai basis akademik agar masyarakat dapat menilai layak atau tidaknya kebijakan yang pernah dibatalkan oleh mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli.
“Kami meminta kepada pemerintah, khususnya menko kemaritiman dan gubernur DKI, coba umumkan semua hasil kajian dari berbagai lembaga terkait kelayakan pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta. Pemerintah jangan konsumsi sendiri hasil kajian itu sehingga masyarakat dapat menilai kelayakan kajian reklamasi itu,” kata Akmal, Minggu (18/9/2016).
Akmal menambahkan moratorium reklamasi Teluk Jakarta yang telah diputuskan oleh DPR dan pemerintah, saat ini statusnya belum dicabut. Selain itu, hasil banding atas putusan PTUN yang mengabulkan gugatan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atas Pergub Tahun 2004 tentang izin pelaksanaan reklamasi di Pulau G, hingga kini masih proses hukumnya masih belum selesai.
“Itu semuanya dilabrak dan menunjukkan arogansi kekuasaan yang melecehkan hukum dan aturan kenegaraan,” kata alumnus Institut Pertanian Bogor.
Akmal menambahkan dengan adanya dua ketentuan hukum di atas mengakibatkan segala aturan mengenai reklamasi menjadi tidak dapat dijadikan dasar bagi Ahok untuk melanjutkan reklamasi. Menko Maritim, katanya, juga jangan terlalu tergesa-gesa memberikan jaminan proyek reklamasi ini tetap dilanjutkan.
Aturan-aturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Pasca Tambang, Permen-KP No. 17 Tahun 2003 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahkan keppres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Pantura Jakarta.
Oleh karena itu, kata Akmal, publik harus mencurigai adanya upaya untuk menutup hasil kajian yang menjadi dasar bagi tetap berjalannya reklamasi, yang diduga ada kepentingan pengusaha besar di negara ini.
“Pada senin, 18 April lalu, saya sebagai Anggota Komisi IV sudah menyampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan ketika Menko Maritim pada saat itu Rizal Ramli untuk mengumumkan penghentian sementara reklamasi. Saya meminta itu harus terarah pada moratorium permanen. Karena ke depannya akan ada upaya untuk melanjutkan reklamasi ini dengan berbagai upaya baik tekanan politik maupun tekanan ekonomi,” kata Ketua Kelompok Komisi IV Fraksi PKS.
Akmal menegaskan pada dasarnya setiap undang-undang yang mengatur persoalan reklamasi di Indonesia selalu bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan, yakni mengendalikan arus air laut yang mengakibatkan abrasi atau erosi pantai atau pembentukan pulau untuk konservasi perlindungan satwa dan tanaman.
“Ini menunjukkan bahwa reklamasi dapat dilakukan apabila dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase,” kata Akmal.
Namun, kata Akmal, yang direncanakan Gubernur Jakarta Ahok berserta kelompok pengusaha besarnya yang didukung menko Maritim, telah memperlihatkan bahwa tujuan reklamasi ini untuk tujuan properti yang telah dipasarkan hingga ke negeri Tiongkok.
“Sudah hentikan saja reklamasi ini. Menko Maritim dan Gubernur DKI jangan membuka diri untuk mendatangkan bencana besar di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Alam tidak akan tinggal diam jika pemimpin dan masyarakat di negeri ini terus melawan hukum dan semena-mena menyengsarakan rakyatnya,” kata dia.
Berita Terkait
-
Ojol Tewas, Ahok Sebut DPR Takut: Kenapa Tidak Berani Terima Orang Demo?
-
Ahok Ikut Komentar Soal Kenaikan Gaji Anggota DPR: Mau Rp1 Miliar Sebulan Oke
-
Ahok Tak Masalah kalau Gaji Anggota DPR Rp1 Miliar Sebulan, Tapi Tantang Transparansi Anggaran
-
CEK FAKTA: Ahok Sebut Jokowi Terseret Korupsi Pertamina Rp 193,7
-
Dari Rival Sengit Jadi Kawan Koalisi? Anies Baswedan Jawab Soal Potensi 'Duet' dengan Ahok
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Bahlil soal Izin Tambang di Raja Ampat : Barang Ini Ada, Sebelum Saya Ada di Muka Bumi!
-
Berapa Gaji Zinedine Zidane Jika Latih Timnas Indonesia?
-
Breaking News! Bahrain Batalkan Uji Coba Hadapi Timnas Indonesia U-22
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
Terkini
-
Roy Suryo Jadi Tersangka, Mahfud MD: Tuduhan Tidak Jelas, Pembuktian Ijazah Harusnya di Pengadilan
-
Korupsi PLTU Rugikan Negara Rp1,35 Triliun, Adik JK Halim Kalla Diperiksa Polisi Hari Ini
-
Satgas Pangan Cek 61 Titik, Temukan Satu Pedagang di Jakarta Jual Beras di Atas HET
-
Usulannya Diabaikan, Anggota DPR Protes Keras dan Luapkan Kekecewaan kepada Basarnas
-
Prabowo Pangkas Rp15 Triliun, Tunjangan ASN DKI dan KJP Aman? Ini Janji Tegas Gubernur!
-
Shopee Jagoan UMKM Naik Kelas Viral di Dunia Maya, Raup Lebih dari 85 Juta Views
-
Babak Baru PPHN: Ahmad Muzani Minta Waktu Presiden Prabowo, Nasib 'GBHN' Ditentukan di Istana
-
KPK Digugat Praperadilan! Ada Apa dengan Penghentian Kasus Korupsi Kuota Haji Pejabat Kemenag?
-
Tiga Hari ke Depan, Para Pemimpin Dunia Rumuskan Masa Depan Pariwisata di Riyadh
-
Terkuak! Siswa SMAN 72 Jakarta Siapkan 7 Peledak, Termasuk Bom Sumbu Berwadah Kaleng Coca-Cola