Suara.com - Tertangkapnya Bupati Klaten Sri Hartini dalam operasi tangkap tangan KPK menguak kotak pandora politik dinasti di daerah. Selama 20 tahun kekuasaan di Klaten dikuasai oleh suami dan istri secara bergantian.
Urusan dinasti politik menjadi sorotan publik ketika revisi UU Pilkada tengah dibahas di DPR. Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Syarief Alkadrie menyebutkan praktik dinasti politik harus diakhiri.
Menurutnya ekses kesempatan untuk warga Negara Indonesia lainnya dalam meraih kursi jabatan politik yang harus dibuka dan dikedepankan. Politik dinasti faktanya menutup kesempatan individu lain untuk meraih kursi pimpinan daerah, kata Syarief.
Apa yang terjadi di Klaten, menurut Syarief, merupakan contoh riil dari politik dinasti. Praktik politik semacam ini terbukti telah menjadi biang keladi korupsi di daerah. Dalam kasus Bupati Klaten, kata Syarief, Sri Hartini menjual pengaruhnya untuk mengeruk keuntungan.
"Penempatan aparatur negara dimainkan oleh Sri Hartini dengan mematok tarif tertentu bagi PNS yang ingin mendapatkan promosi jabatan. Dalam operasi tangkap tangannya KPK menyita uang tunai sekitar Rp2 miliar dan pecahan valuta asing 5.700 dollar AS dan 2.035 dollar Singapura," katanya.
Syarief menyatakan Fraksi Nasdem pernah berupaya untuk memotong menjamurnya dinasti politik melalui upaya konstitusional pada tahun 2015 lalu. Fraksi Nasdem memasukkan aturan yang tegas dalam UU Pilkada serentak bahwa keluarga dari pimpinan daerah dilarang maju sebagai calon kepala daerah dalam periode waktu tertentu.
“Ya kita mau ngomong apa sekarang. MK sudah membatalkan itu. Harusnya MK melihat aspek lain, karena pengaturan dinasti politik bukan membatasi hak politik seseorang. Ekses memberikan kesempatan untuk orang lain sebenarnya yang harus dilihan MK," kata Syarief.
Pada Juli 2015, Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal yang dibuat oleh pemerintah dan DPR. MK membatalkan Pasal 7 Huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur kerabat dari petahana di dalam sebuah daerah tidak boleh mencalonkan diri di pilkada.
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar yang saat itu memimpin sidang judicial review menyebutkan Pasal 7 huruf r bertentangan dengan Pasal 28 j ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. Tampak nyata pembedaan dengan maksud untuk mencegah kelompok, atau orang tertentu untuk menggunakan hak konstitusi, hak untuk dipilih.
Alasan ini dianggap konyol oleh Syarief, sebab dengan membangun hak konstitusi dalam pilkada bukan seperti yang diutarakan oleh MK. Dinasti politik dinilainya berbahaya karena pengusaan sumberdaya dilakukan secara sporadis untuk kepentingan pribadi bukan untuk publik.
“Harusnya MK melihat gejala yang ada, pengaturan terhadap keluarga petahana bukan untuk membendung hak politik tapi untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan atas nama publik padahal untuk pribadi,” kata dia.
Berita Terkait
-
Bau Amis Perang Dingin Koalisi Prabowo: Manuver Jokowi ke PSI Tanda Keluarga Serakah
-
Analis Ungkap Skenario 'Perang Dingin' Prabowo vs Jokowi di 2029, Nasib Gibran Jadi Kunci
-
Rocky Gerung: Jika Gibran Dimakzulkan Jadi Hukuman Tak Langsung untuk Jokowi
-
Marah-Marah soal Politik Dinasti, Daniel Mananta Doakan Pandji Pragiwaksono Nggak Ditangkap atau Diracun
-
Beby Tsabina Lulusan Mana? Bergelar Summa Cumlaude dari Kampus Luar Negeri, Kini Diledek Salah Pilih Suami
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Selevel Innova Budget Rp60 Jutaan untuk Keluarga Besar
- 5 Pilihan Ban Motor Bebas Licin, Solusi Aman dan Nyaman buat Musim Hujan
- 5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
- 5 Mobil Keluarga Bekas Kuat Tanjakan, Aman dan Nyaman Temani Jalan Jauh
- Cara Cek NIK KTP Apakah Terdaftar Bansos 2025? Ini Cara Mudahnya!
Pilihan
-
Cuaca Semarang Hari Ini: Waspada Hujan Ringan, BMKG Ingatkan Puncak Musim Hujan Makin Dekat
-
Menkeu Purbaya Mau Bekukan Peran Bea Cukai dan Ganti dengan Perusahaan Asal Swiss
-
4 HP dengan Kamera Selfie Beresolusi Tinggi Paling Murah, Cocok untuk Kantong Pelajar dan Mahasiswa
-
4 Rekomendasi HP Layar AMOLED Paling Murah Terbaru, Nyaman di Mata dan Cocok untuk Nonton Film
-
Hasil Liga Champions: Kalahkan Bayern Muenchen, Arsenal Kokoh di Puncak Klasemen
Terkini
-
Rano Karno: JIS Siap Hidup Lagi, Pemprov DKI Benahi Akses dan Fasilitas Pendukung
-
KPK Sudah Terima Surat Keppres Rehabilitasi, Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi dan Rekan Segera Bebas
-
Mulai 2026, Periksa Kehamilan Wajib 8 Kali: Cara Pemerintah Turunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi
-
KPK Ungkap Keppres Rehabilitasi Eks Dirut ASDP Ira Puspitasari Dikirim Pagi Ini
-
Menanti Keppres Turun, Keluarga Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Sudah Tunggu Sejak Subuh di Rutan KPK
-
Isu Pembabatan Mangrove untuk Rumah Pribadi Mencuat, Komisi IV DPR Desak Investigasi Pemerintah
-
Menkes Sesalkan Kematian Ibu Hamil di Papua, Janji Perbaikan Layanan Kesehatan Agar Tak Terulang
-
Danau Maninjau Sumbar Diserbu Longsor dan Banjir Bandang: Akses Jalan Amblas, Banyak Rumah Tersapu!
-
Terungkap! Rangkaian Kekejaman Alex, Bocah Alvaro Kiano Dibekap Handuk, Dicekik, Jasad Dibuang
-
Kronologi Brutal Legislator DPRD Bekasi Diduga Keroyok Warga di Kafe hingga Retina Korban Rusak