Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/2).
Baca 10 detik
Tim pengacara terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak keberatan persidangan dilakukan dari pagi sampai tengah malam, asalkan semua saksi tambahan yang berjumlah 15 orang dapat didengarkan keterangannya oleh majelis hakim.
"Kami tidak keberatan sidang sampai jam 12 malam. (Tapi) kalau seminggu dua kali (sidang), kami nggak mampu," ujar kuasa hukum Ahok, I Wayan Sudarta, di sela-sela persidangan ke 15 di gedung Auditorium Kementerian Pertanian, Jalan R. M. Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).
Sebenarnya kesempatan pengacara Ahok menghadirkan saksi tingal dua persidangan lagi. Ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto pun menawarkan jika mereka ingin tetap mendatangkan 15 saksi ahli tambahan, agenda sidang ditambah dari seminggu sekali menjadi dua kali atau sidang dilaksanakan dari pagi pukul 24.00 WIB.
Wayan keberatan jika agenda sidang ditambah menjadi dua kali dalam seminggu.
"Pengacara ini kan nggak menangani cuma satu kasus. Ngatur sidang sulit bukan main kalau digeser. Penting memberikan peluang agar KUHP dijalankan. Sampai malam nggak masalah supaya nggak menggeser jadwal," kata Wayan.
Wayan mengatakan pengacara boleh menambah jumlah saksi ahli untuk meringankan dan hal ini sudah ada ketentuannya.
"Jadi saksi-saksi yang diajukan baik oleh penuntut umum maupun oleh terdakwa atau kuasanya, wajib didengar di persidangan. Dan majelis memfasilitasi hal itu," kata dia.
"Kalau jaksa kan banyak sekali sudah tuh, masak kita nggak boleh. Kalau nanti saksi kita tidak diterima, lalu bagaimana cara memperoleh keadilan kalau jaksa saja yang mendatangkan saksi banyak sekali," Wayan menambahkan.
Sebanyak 15 saksi tambahan terdiri dari lintas bidang yaitu ahli agama, ahli ilmu politik, dan hukum tata negara.
"Nanti yang penting kita sepakati. Kalau hakim menginginkan 30 Mei (diputus perkara) saya pun bersedia. Kami ingin menyampaikan 15 (ahli tambahan). 15 itu belum sebanding dengan saksi jaksa yang puluhan jumlahnya. Katanya kan ini tempat mencari keadilan," kata Wayan.
"Kami tidak keberatan sidang sampai jam 12 malam. (Tapi) kalau seminggu dua kali (sidang), kami nggak mampu," ujar kuasa hukum Ahok, I Wayan Sudarta, di sela-sela persidangan ke 15 di gedung Auditorium Kementerian Pertanian, Jalan R. M. Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).
Sebenarnya kesempatan pengacara Ahok menghadirkan saksi tingal dua persidangan lagi. Ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto pun menawarkan jika mereka ingin tetap mendatangkan 15 saksi ahli tambahan, agenda sidang ditambah dari seminggu sekali menjadi dua kali atau sidang dilaksanakan dari pagi pukul 24.00 WIB.
Wayan keberatan jika agenda sidang ditambah menjadi dua kali dalam seminggu.
"Pengacara ini kan nggak menangani cuma satu kasus. Ngatur sidang sulit bukan main kalau digeser. Penting memberikan peluang agar KUHP dijalankan. Sampai malam nggak masalah supaya nggak menggeser jadwal," kata Wayan.
Wayan mengatakan pengacara boleh menambah jumlah saksi ahli untuk meringankan dan hal ini sudah ada ketentuannya.
"Jadi saksi-saksi yang diajukan baik oleh penuntut umum maupun oleh terdakwa atau kuasanya, wajib didengar di persidangan. Dan majelis memfasilitasi hal itu," kata dia.
"Kalau jaksa kan banyak sekali sudah tuh, masak kita nggak boleh. Kalau nanti saksi kita tidak diterima, lalu bagaimana cara memperoleh keadilan kalau jaksa saja yang mendatangkan saksi banyak sekali," Wayan menambahkan.
Sebanyak 15 saksi tambahan terdiri dari lintas bidang yaitu ahli agama, ahli ilmu politik, dan hukum tata negara.
"Nanti yang penting kita sepakati. Kalau hakim menginginkan 30 Mei (diputus perkara) saya pun bersedia. Kami ingin menyampaikan 15 (ahli tambahan). 15 itu belum sebanding dengan saksi jaksa yang puluhan jumlahnya. Katanya kan ini tempat mencari keadilan," kata Wayan.
Komentar
Berita Terkait
-
Ojol Tewas, Ahok Sebut DPR Takut: Kenapa Tidak Berani Terima Orang Demo?
-
Dedi Mulyadi Berlutut di Depan Kereta Kencana: Antara Pelestarian Budaya dan Tuduhan Penistaan Agama
-
Ahok Ikut Komentar Soal Kenaikan Gaji Anggota DPR: Mau Rp1 Miliar Sebulan Oke
-
Ahok Tak Masalah kalau Gaji Anggota DPR Rp1 Miliar Sebulan, Tapi Tantang Transparansi Anggaran
-
CEK FAKTA: Ahok Sebut Jokowi Terseret Korupsi Pertamina Rp 193,7
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Gerakan 'Setop Tot tot Wuk wuk' Sampai ke Istana, Mensesneg: Semau-maunya Itu
-
Koalisi Sipil Kritik Batalnya Pembentukan TGPF Kerusuhan Agustus: Negara Tak Dengarkan Suara Rakyat!
-
Menkeu Purbaya Bahas Status Menteri: Gengsi Gede Tapi Gaji Kecil
-
Semua Agama Dapat Porsi, Menag Nazaruddin Umar: Libur Nasional 2026 Sudah Adil
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Penggugat Ijazah Gibran Bantah Bagian dari Musuh Keluarga Jokowi: Saya Tidak Sedang Mencari Musuh!
-
Rekam Jejak Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo, Narkoba hingga Video Rampok Uang Negara
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat