Suara.com - Bom mobil berdaya ledak besar mengguncang daerah diplomatik di bagian tengah ibu kota Afghanistan, Kabul, Rabu (31/5/2017) pagi waktu setempat.
Sekitar sembilan orang tewas dan 92 orang mengalami luka-luka, menurut juru bicara kementerian kesehatan Afghanistan.
"Ledakan terjadi sekitar pukul 08.25 waktu setempat di 17th Street Permukiman Wazir Akbar Khan. Ledakan kuat membuat banyak orang tewas dan melukai banyak orang serta merusak puluhan kendaraan yang sedang melaju serta bangunan di dekat lokasi ledakan," kata saksi mata Ahmad Fahim.
Stasiun televisi lokal memperlihatkan mobil dan gedung yang rusak di lokasi ledakan.
"Di antara gedung kantor lain yang berada di daerah tersebut adalah Kantor Dinas Intelijen, satu stasiun TV lokal, satu perusahaan telepon genggam serta gedung Kedutaan Besar Jerman," kata saksi mata itu.
Pasukan keamanan telah menutup daerah tersebut sebagai langkah pencegahan. Beberapa tembakan peringatan juga dilepaskan oleh personel pasukan keamanan.
Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas ledakan itu, sementara seorang juru bicara faksi Taliban mengatakan ia sedang mengumpulkan keterangan.
Kerusuhan di seluruh Afghanistan, telah meningkat sepanjang tahun ini, saat Taliban berusaha keras mengalahkan pemerintah dukungan AS dan memberlakukan kembali hukum syari'ah setelah mereka digulingkan pada 2001 dalam serangan dukungan Washington.
Sejak sebagian besar tentara internasional ditarik pada penghujung 2014, Taliban telah mendapat pihakan dan sekarang menguasai atau memperebutkan sebanyak 40 persen wilayah negeri tersebut, demikian perkiraan AS, meskipun Pemerintah Presiden Ashraf Ghani menguasai semua pusat provinsi.
Baca Juga: Militer Filipina Turunkan Meriam Berat Buat Hajar Militan Maute
Presiden AS Donald Trump dijadwalkan memutuskan dalam waktu dekat saran untuk mengirim 3.000 sampai 5.000 prajurit tambahan guna meningkatkan pasukan kecil pelatih NATO dan misi kontra-terorisme AS--yang kini berjumlah lebih dari 10.000 personel.
Komandan pasukan AS di Afghanistan, Jenderal John Nicholson, mengatakan dalam satu dengar pendapat Kongres pada awal tahun ini bahwa ia memerlukan beberapa ribu personel lagi guna membantu pasukan Afghanistan menembus "kebuntuan" melawan Taliban. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
-
Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Soeharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif
-
Kepsek Roni Ardiansyah Akhirnya Kembali ke Sekolah, Disambut Tangis Haru Ratusan Siswa
-
Bukan Cuma Joget! Kenalan dengan 3 Influencer yang Menginspirasi Aksi Nyata untuk Lingkungan
Terkini
-
Pengamat: Reshuffle Prabowo Tepis Bayang-bayang Jokowi dan Kirim Pesan ke PDIP
-
Perempuan Ini Ngaku Satu Almamater, Bongkar Ijazah Wapres Gibran yang Dipermasalahkan Publik
-
Rp 12,5 Triliun untuk Pembangunan Sumut, Bobby Nasution Sampaikan Ranperda P-APBD 2025
-
Stok BBM Langka, SPBU Swasta di Tebet Banting Stir Jual Beras Porang hingga Paket Makanan Ringan
-
Warning Wamenkum! Semua Tahanan di Indonesia Bisa Bebas Jika Aturan Ini Tak Segera Disahkan DPR
-
Kejagung Sita Sederet Tanah Zarof Ricar di Riau Senilai Rp35 Miliar, Aset Atas Nama Anak-anaknya!
-
Benteng Terakhir PDIP Runtuh! Prabowo Copot Hendrar Prihadi, Sinyal 'Sapu Bersih' Kabinet?
-
Jadi Menpora, Erick Thohir Wajib Mundur dari PSSI? Pakar: Sah, Asal Penuhi 1 Syarat Ini
-
Di Balik Papan 'Bensin Habis' Ada Kabar Getir Pegawai SPBU Swasta yang Takut Dirumahkan
-
2 Kasus Baru Keracunan Massal MBG Tak Masuk KLB, Publik Murka ke Pemerintah: Tunggu Mati Dulu?