Suara.com - Robot mereka mungkin memiliki izin untuk bepergian, namun enam penemu muda asal Afghanistan tidak dapat mencapai tempat tujuannya. Mereka telah ditolak untuk mendapatkan visa perjalanan satu minggu untuk mengawal robot mereka ke Tantangan Global FIRST perdana, sebuah kompetisi robotika internasional di Washington DC pada pertengahan Juli mendatang.
Semua tim perempuan yang mewakili Afghanistan berasal dari Herat, sebuah kota berpenduduk setengah juta orang di bagian barat negara itu. Untuk mewawancarai visa mereka, para anggota tim tersebut mempertaruhkan perjalanan lintas batas 500 mil ke kedutaan besar Amerika di Kabul, yang selalu panas dengan beberapa serangan bunuh diri baru-baru ini dan satu bom truk mematikan di awal Juni yang menewaskan setidaknya 90 orang.
Terlepas dari kekerasan baru-baru ini, para remaja menerjang perjalanan ke ibukota negara itu tidak sekali, tapi dua kali, berharap putaran kedua wawancara dapat membantu mendapatkan visa untuk 7 hari, setelah tim tersebut ditolak pada percobaan pertamanya. Sayang, tetap tidak beruntung.
Roya Mahboob, yang mendirikan perusahaan perangkat lunak Citadel di Afghanistan, dan merupakan CEO teknologi wanita pertama di negara itu, membawa kelompok remaja perempuan tersebut bersama-sama untuk proyek itu.
"Ini adalah pesan yang sangat penting bagi rakyat kita. Robotika sangat, sangat baru di Afghanistan," kata Mahboob.
Dia mengatakan, ketika para anggota tim itu pertama kali mendengar kabar buruk tentang visa mereka, mereka menangis sepanjang hari.
Sementara itu, Departemen Luar Negeri tidak akan mengomentari penolakan visa (catatan tersebut bersifat rahasia). Angka terakhir menunjukkan bahwa cukup sulit untuk mendapatkan visa perjalanan dari Afghanistan ke AS.
Menurut catatan Departemen Luar Negeri, pada bulan April 2017, negara tersebut memberikan hanya 32 dari tipe B1/B2 visa perjalanan bisnis. Bandingkan dengan sebanyak 137 tipe B1/B2 Baghdad yang dikeluarkan pada bulan yang sama atau 1.492 yang dikeluarkan pada waktu yang sama di negara tetangga Pakistan.
Catatan tersebut menunjukkan bahwa usaha anak-anak tersebut adalah sebuah tembakan yang panjang. Tetap saja, mereka tetap bertahan.
Baca Juga: Pemerintah Trump Persulit Permohonan Visa H-1B
Pulang ke rumah di Herat, Tim Afganistan berlomba melawan waktu, memberi sentuhan akhir pada robot pemilahan bola mereka yang akan melakukan perjalanan ke AS untuk bersaing dengan 163 mesin lain dari seluruh dunia.
Para siswa Afghanistan itu merancang mesin robot bermotor buatan mereka sendiri, sementara mereka menunggu bea cukai untuk menyelesaikan bagiannya mereka. Baru tiga minggu yang lalu, persediaan tersebut membersihkan bea cukai, dan tim tersebut akhirnya mulai mengerjakan robot resmi FIRST mereka, dengan bantuan pemrograman jarak jauh dari beberapa siswa lulusan robotika di Carnegie Mellon.
Presiden Global pertama dan mantan anggota Kongres Joe Sestak mengatakan bahwa dia kecewa karena para remaja dari Afghanistan itu tidak akan bergabung dengan siswa lain di DC pada musim panas ini. Pada hari kompetisi, mereka berada di Herat, melihat ciptaan baru mereka dari jarak lebih dari 7.000 mil.
Tim lain dari Irak, Iran dan Sudan semuanya memperoleh visa perjalanan mereka untuk kompetisi. Hanya tim Afganistan dan tim Gambia yang belum mendapat visa sejauh ini. [Forbes]
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan
-
Ibu-Ibu Korban Bencana Sumatra Masih Syok Tak Percaya Rumah Hilang, Apa Langkah Mendesak Pemerintah?
-
Eks Wakapolri Cium Aroma Kriminalisasi Roy Suryo Cs di Kasus Ijazah Jokowi: Tak Cukup Dilihat
-
Nasib 2 Anak Pengedar Narkoba di Jakbar: Ditangkap Polisi, 'Dilepas' Gara-gara Jaksa Libur
-
Mendiktisaintek: Riset Kampus Harus Bermanfaat Bagi Masyarakat, Tak Boleh Berhenti di Laboratorium
-
Dengarkan Keluhan Warga Soal Air Bersih di Wilayah Longsor, Bobby Nasution Akan Bangunkan Sumur Bor
-
Di Balik OTT Bupati Bekasi: Terkuak Peran Sentral Sang Ayah, HM Kunang Palak Proyek Atas Nama Anak
-
Warga Bener Meriah di Aceh Alami Trauma Hujan Pascabanjir Bandang
-
Mutasi Polri: Jenderal Polwan Jadi Wakapolda, 34 Srikandi Lain Pimpin Direktorat dan Polres