Suara.com - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Tito Karnavian mengungkapkan aplikasi komunikasi "Telegram" digunakan oleh banyak kelompok teroris di Indonesia.
"Pemblokiran telegram ini karena sistem komunikasi ini banyak digunakan oleh banyak kelompok teroris, terlihat dari kasus-kasus sebelumnya seperti kasus bom di Jalan Thamrin Jakarta, di Medan, Bandung dan terakhir di Falatehan. Semua berkomunikasi menggunakan aplikasi telegram," kata Tito usai menghadiri peresmian Akademi Bela Negara Partai Nasdem di Jakarta, Minggu.
Tito menyebutkan aplikasi media sosial itu digunakan banyak kelompok teroris, karena memiliki banyak fitur pendukung di antaranya ada enskripsi sehingga sulit disadap.
"Kedua mampu menampung anggota grup sampai 10.000 anggota dan kemudian menyebarkan paham-paham di sana," tuturnya.
Ia menyebutkan saat ini terjadi fenomena yang disebut dengan radikalisasi melalui media "online" atau daring, termasuk telegram.
"Ini lebih berbahaya karena sulit dideteksi sehingga bisa secara sporatis dan tiba-tiba meledak di sana sini," ucapnya.
Menurut dia, cara mencegahnya adalah dengan memperkuat deteksi media daring atau sistem siber, kemudian melakukan langkah penegakan hukum di situ.
"Upaya lain seperti penutupan atau mungkin kita masuk dan menyamar di jalur itu," imbuhnya.
Namun, untuk masuk dan menyamar, persoalan yang dihadapi adalah mereka tahu teknik-teknik untuk menghindar sehingga yang dilakukan penutupan.
"Memang kemudian muncul pro dan kontra. Tapi itu biasa dan saya kira lebih banyak untungnya," katanya.
Tito mengaku kebijakan memblokir Telegram memang referensinya berasal dari pihaknya. "Ya, itu dari hasil intelijen kita yang sudah cukup lama," ungkapnya.
Ia menjelaskan saat ini terjadi perubahan dalam komunikasi kelompok teroris. Ia menyebutkan terorisme ada dua macam satu yang terstruktur kedua tidak terstruktur.
"Kalau terstuktur maka kekuatan intelijen menjadi kekuatan nomor satu untuk memetakan struktur mereka sampai sedetil-detilnya," paparnya.
Sementara untuk yang nonstruktur atau jihad tanpa pemimpin atau "self"-radikalisasi, menurut Tito, mulai berkembang di negara-negara Barat sejak 10 tahun yang lalu.
"Melalui media sosial bisa dilakukan latihan membuat bom, atau 'online training', langkah kita yang utama adalah memutus sistem komunikasi mereka dan melakukan kontra radikalisasi, dan melindungi mereka yang rentan terhadap paham radikal," katanya. (Antara)
Berita Terkait
-
Dihubungi Telegram, Kominfo Siap Duduk Bersama Bahas Pemblokiran
-
Telegram Akan Tutup Channel-channel Berisi Konten Radikal
-
Telegram Jadi Sarang Teroris, Tito Jabarkan Penyebabnya
-
Akui Telat Merespon, Telegram Bikin Jalur Report untuk Kominfo
-
Kapolri: Telegram Jadi Tempat Saluran Komunikasi Favorit Teroris
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
PSI Minta Satpol PP Tegas Tertibkan Parkir Liar di Trotoar: Sudah Ganggu Pejalan Kaki!
-
Drama di MKD DPR Berakhir: Uya Kuya Lolos dari Sanksi Kode Etik
-
Drama Penangkapan Gubernur Riau: Kabur Saat OTT, Berakhir Diciduk KPK di Kafe
-
Usman Hamid Sebut Soeharto Meninggal Berstatus Terdakwa: Sulit Dianggap Pahlawan
-
Ini Pertimbangan MKD Cuma Beri Hukuman Ahmad Sahroni Penonaktifan Sebagai Anggota DPR 6 Bulan
-
MKD Jelaskan Pertimbangan Adies Kadir Tidak Bersalah: Klarifikasi Tepat, Tapi Harus Lebih Hati-hati
-
Dinyatakan Bersalah Dihukum Nonaktif Selama 6 Bulan Oleh MKD, Sahroni: Saya Terima Lapang Dada
-
Ahmad Sahroni Kena Sanksi Terberat MKD! Lebih Parah dari Nafa Urbach dan Eko Patrio, Apa Dosanya?
-
MKD Ungkap Alasan Uya Kuya Tak Bersalah, Sebut Korban Berita Bohong dan Rumah Sempat Dijarah
-
Polda Undang Keluarga hingga KontraS Jumat Ini, 2 Kerangka Gosong di Gedung ACC Reno dan Farhan?