Suara.com - Sejumlah pastor Serikat Jesuit lintas negara berkunjung ke Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Mereka berkunjung untuk belajar agama Islam serta keberagaman dan toleransi antaragama.
Sekretaris Utama Pondok Pesantren Tebuireng KH Abdul Ghofar mengemukakan, kunjungan ini merupakan ajang silaturahmi. Mereka ada acara di Indonesia, dan singgah ke Pesantren Tebuireng, Jombang.
"Kunjungan mereka ke pesantren ini merupakan rangkaian acara pertemuan rutin pastor yang tergabung dalam Jesuits Among Muslims (JAM) yang tahun ini diadakan di Indonesia. Jadi, sekalian singgah ke Tebuireng," katanya dalam rilis yang diterima Antara, Kamis (10/8/2017).
Dalam kunjungannya tersebut, delegasi yang berkunjung ke Pesantren Tebuireng berjumlah 12 orang pastor dan dipimpin Romo Franz Magnis-Suseno SJ.
Mereka disambut oleh Sekretaris Utama Pesantren Tebuireng KH Abdul Ghofar di "Dalem Kasepuhan Tebuireng".
Dalam pertemuan tersebut, juga terjadi beragam dialog. Anggota delegasi yang berasal dari Jerman, Perancis, Nigeria, Turki, India, Spanyol dan Roma itu menanyakan banyak hal tentang Islam dan pesantren.
Bahkan, salah satu pastor dari Jerman bertanya, apakah seorang nonmuslim bisa diterima belajar di pesantren, yang dijawabnya bahwa ada beberapa kunjungan nonmuslim untuk belajar ke pesantren ini.
Pria yang akrab disapa Gus Ghofar juga mengatakan, ada pastor yang juga bertanya tentang santri yang tinggal di pesantren ini, apakah hanya laki-laki atau perempuan juga ada.
Baca Juga: Bakar Zoya yang Sudah Sekarat, SD Akhirnya Menyesal
"Pastor dari Nigeria sempat bertanya, apakah di Pesantren Tebuireng juga ada santri perempuan dan bagaimana pola relasi keseharian mereka dengan santri putra," kata Gus Ghofar.
Ia mengakui sangat senang dengan kujungan tersebut. Beragam pertanyaan juga dijawabnya dengan bahasa yang mudah, misalnya soal santri, bahwa di Pesantren Tebuireng juga ada santri laki-laki dan perempuan, dengan tempat tinggal yang berbeda.
Selain membahas soal pesantren dan santri, dalam dialog itu juga membahas terkait dengan tingginya selera humor kaum santri dan warga Nahdlatul Ulama.
Bahkan, mereka heran sampai bertanya apakah di pesantren juga ada kurikulum atau faktor khusus yang membuat selera humor santri sedemikian tinggi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Nadiem Makarim Dirawat di RS Saat Sidang Perdana, Apa Keputusan Hakim?
-
BGN Minta Kepala SPPG Awasi Ketat Proses Memasak dan Distribusi MBG
-
Tangkal Hoaks, Polda Metro Jaya dan FWP Gelar Uji Kompetensi Wartawan
-
Menko Usul WFA Nasional 2931 Desember 2025 untuk Dukung Mobilitas Nataru
-
Dana Kampanye Jadi Celah Korupsi, Pakar Sebut Pilkada Tak Langsung Tak Efektif
-
KPK Cecar Zarof Ricar Soal Percakapannya dengan Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan
-
Prabowo Bongkar Keterlibatan Oknum TNI-Polri dalam Tambang Ilegal dan Penyelundupan
-
KPK Pastikan Akan Panggil Gus Yaqut Pekan Ini untuk Kasus Kuota Haji
-
BGN Perketat SOP, Mobil Pengantar MBG Tak Lagi Masuk Halaman Sekolah
-
Dua Bibit Siklon Dekati Indonesia, Cek Daftar Daerah Berpotensi Terdampak