Suara.com - Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) menyatakan angka bebas buta aksara di Tanah Air mencapai 97,93 persen, sehingga sekitar 2,07 persen atau 3,4 juta warga masih belum mengenal huruf dan mampu membaca.
Jumlah buta aksara di Tanah Air terjadi pada usia 15-59 tahun yang tersebar di 11 provinsi. Sebanyak 28,75 persen warga di Papua masih belum mampu mengenal huruf dan membaca.
Hal itu mengakibatkan Papua menjadi provinsi paling tinggi angka buta hurufnya, demikian siaran pers Kemendikbud yang diterima Antara, Senin (11/9/2017).
Selain Papua, sejumlah provinsi di Indonesia juga masih buta huruf dan belum mampu membaca. Sebanyak 7,91 persen di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB); 5,15 persen di Nusa Tenggara Timur (NTT); 4,58 persen di Sulawesi Barat; 4,50 persen di Kalimantan Barat; 4,49 persen di Sulawesi Selatan; 3,57 persen di Bali; 3,47 persen di Jawa Timur; 2,90 persen di Kalimantan Utara; 2,74 persen di Sulawesi Tenggara; dan, 2,20 persen di Jawa Tengah.
Berdasarkan indeks buta huruf di dunia, yang merujuk riset Rektor Universitas Central Connecticut State di New Britain, John Miller, menyatakan Indonesia masih menempati peringkat 60 dari 61 negara yang berhasil dihimpun datanya pada tahun 2016.
Riset ini menekankan hasil ujian mengenal huruf dan juga melihat karakteristik sikap terpelajar. Contohnya, jumlah perpustakaan dan koran di sekolah serta ketersediaan komputer di sebuah negara. Dengan begitu, riset ini tidak hanya melihat kemampuan penduduk negara dalam membaca dan menulis tapi juga perangkat pendukung dan sikap terpelajar warganya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mengakui prihatin. Ia mengatakan Kemendikbud, Kemenristekdikti, dan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) perlu mendukung guna menekan tingginya jumlah warga yang buta huruf.
"Program pemberantasan buta aksara ada di Ditjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud, namun yang terus memantau tingkat buta huruf negeri ini adalah Perpurnas. Sayangnya koordinasi diantara kedua pihak belum terlihat," kata Abdul Fikri.
Baca Juga: Myanmar Tolak Permintaan Gencatan Senjata Pemberontak Rohingya
Sementara di lain sisi, dana anggaran untuk meningkatkan daya masyarakat agar mampu mengenal huruf dan membaca masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lain.
Misalnya, Singapura mengalokasikan anggaran untuk institusi seperti Perpusnas hingga Rp1,7 triliun per tahun, Malaysia sampai Rp66,8 triliun, namun Indonesia hanya Rp500 milar.
"Padahal jumlah penduduk mereka sangat jauh lebih sedikit dibandingkan kita," ungkapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
30 Tahun Jadi TPS, Lahan Tiba-tiba Diklaim Pribadi, Warga Pondok Kelapa 'Ngamuk' Robohkan Pagar
-
Baju Basah Demi Sekolah, Curhat Pilu Siswa Nias Seberangi Sungai Deras di Depan Wapres Gibran
-
Mubes NU Tegaskan Konflik Internal Tanpa Campur Pemerintah, Isu Daftarkan SK ke Kemenkum Mencuat
-
Jabotabek Mulai Ditinggalkan, Setengah Juta Kendaraan 'Eksodus' H-5 Natal
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah