Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM), Irfan Kurnia Saleh, terlibat dalam proses pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Kusno pada Senin (6/11/2017) menggelar sidang lanjutan praperadilan yang diajukan Irfan Kurnia Saleh, tersangka dari unsur swasta dalam kasus tersebut.
"Berdasarkan pada bukti-bukti yang telah diperoleh termohon, pengadaan helikopter angkut AW-101 yang menurut dalil pemohon merupakan hal yang berbeda dengan pengadaan helikopter AW-101 VVIP adalah sangat keliru," kata Juliandi Tigor Simanjuntak, anggota tim Biro Hukum KPK.
Hal tersebut dikatakannya saat membacakan jawaban atas permohonan praperadilan Irfan Kurnia Saleh di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Menurut dia, bukti yang KPK miliki justru menunjukkan pengadaan helikopter angkut AW-101 bisa sampai terjadi terkait dengan pembayaran uang sejumlah 1 juta dolar AS oleh Irfan kepada Agusta Westland untuk pemesanan helikopter VVIP.
"Pembayaran uang sejumlah 1 juta dolar AS yang diakui pemohon dalam permohonannya, dilakukan oleh pemohon kepada Agusta Westland sebelum pengadaan helikopter VVIP dilaksanakan," tuturnya.
Ia menjelaskan Irfan melalui perusahaan yang dimiliki dan dikendalikannya, yaitu PT Diratama Jaya Mandiri merupakan agen dari pabrikan Agusta Westland untuk Indonesia.
"Helikopter VVIP ini juga sebenarnya merupakan helikopter yang dipesan oleh India saat itu, namun otoritas India kemudian membatalkannya dengan alasan adanya praktik korupsi dalam pengadaannya," kata Juliandi.
Ia menyatakan setelah Irfan melakukan pembayaran 1 juta dolar AS kepada Agusta Westland, yang bersangkutan diminta membuat proposal pengadaan helikopter VVIP yang kemudian proposal itu menjadi dasar pengadaan.
"Karena pemohon telah membayarkan uang sejumlah 1 juta dolar AS kepada Agusta Westland pada saat pengadaan belum dilakukan, nama oknum TNI AU kemudian tetap melakukan pengadaan helikopter, namun mengganti dengan spesifikasi angkut," ungkap Juliandi.
Selanjutnya, kata dia, pada kenyataannya yang tiba bukan jenis helikopter angkut melainkan helikopter VVIP yang pemesanannya tidak sesuai yang telah direncanakan sebelumnya.
"Sehingga pihak TNI AU tidak mau menerima helikopter tersebut dan saat ini helikopter tersebut masih berada di Bandara Halim Perdanakusuma. Secara yuridis telah ada bukti dugaan keterlibatan Irfan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan helikopter AW-101 yang penyidikannya dilakukan oleh termohon," ujarnya.
Dalam kasus itu, POM TNI sendiri telah menetapkan lima tersangka.
Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU yaitu atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol administrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.
Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.
Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.
Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Antara)
Berita Terkait
-
Mengenang Antasari Azhar: Dari Jaksa Tegas hingga Ketua KPK di Era SBY yang Kontroversial
-
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar Meninggal Dunia, Pimpinan KPK Melayat
-
Kabar Duka, Mantan Ketua KPK Antasari Azhar Meninggal Dunia di Usia 72 Tahun
-
OTT Bupati Ponorogo: Segini Total Kekayaan Sugiri Sancoko yang Terungkap!
-
OTT Ponorogo: KPK Bawa Orang Kepercayaan Bupati Sugiri Sancoko ke Jakarta
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Rekomendasi Bedak Cushion Anti Longsor Buat Tutupi Flek Hitam, Cocok Untuk Acara Seharian
- 10 Sepatu Jalan Kaki Terbaik dan Nyaman dari Brand Lokal hingga Luar Negeri
- 23 Kode Redeem FC Mobile 6 November: Raih Hadiah Cafu 113, Rank Up Point, dan Player Pack Eksklusif
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Densus 88 Terlibat Dalami Motif Terduga Pelaku Peledakan di SMAN 72
-
Blak-blakan Sebut Soeharto Diktator, Cerita 'Ngeri' Putri Gus Dur Dihantui Teror Orba Sejak SMP
-
Sindiran Pedas PDIP usai Jokowi Dukung Soeharto Pahlawan: Sakit Otaknya!
-
Masuk Komisi Reformasi Polri Bentukan Prabowo: Sepak Terjang Idham Azis, Nyalinya Gak Kaleng-kaleng!
-
Menkeu Purbaya Bakal Redenominasi Rupiah, Apa Manfaatnya?
-
Alasan Presiden Mahasiswa UIN A.M. Sangadji Ambon Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
-
Jenguk Korban Ledakan SMAN 72, Mensos Pastikan Biaya Pengobatan Ditanggung Pemerintah
-
Siswa Terduga Kasus Bom Rakitan di SMAN 72 Korban Bullying, Begini Kata Pengamat Teroris
-
Kapolri Update Ledakan SMAN 72: 29 Siswa Masih Dirawat, Total Korban 96 Orang
-
Menkeu Purbaya Bakal Redenominasi Uang Rp 1000 Jadai Rp 1, Apa Maksudnya?