Suara.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Riau, Dr Erdianto Effendi berpendapat bahwa perilaku lesbian, bay, biseksual dan transgender (LGBT) layak dipidana.
"Pelaku LGBT layak dipidana karena perilaku mereka bertentangan dengan hukum agama dan tata sosial masyarakat. Dan parahnya anak adalah satu dari tiga kelompok yang rentan untuk dijadikan sebagai korban kekerasan termasuk kekerasan seksual sebagai korban perilaku LGBT," kata Erdianto Effendi di Pekanbaru, Rabu (24/1/2018).
Pendapat demikian disampaikannya, terkait perlunya perlindungan anak dari perilaku LGBT dan saat ini DPR RI masih membahas hukuman pidana terhadap perilaku LGBT dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Erdianto, idealnya negara melarang perilaku LGBT sebagai perbuatan tercela, maka dinyatakan oleh hukum pidana sebagai perbuatan yang dapat dipidana.
Ia mengatakan, karena negara berfungsi sebagai regulator maka negara dalam hal ini hanya berperan sebagai regulator yang sekedar menformalkan keyakinan hukum masyarakat sehingga di masa datang tidak akan ada lagi pertentangan antara masyarakat dengan negara dalam memandang hukum.
"Sesuatu yang tercela bagi masyarakat, juga akan tercela di hadapan hukum negara. Sebaliknya, sesuatu yang tercela di hadapan hukum negara juga akan tercela di hadapan masyarakat," katanya.
Erdianto memandang bahwa negara bertanggungjawab dan berkewajiban melindungi seluruh warga negaranya. Penetapan perbuatan sebagai perbuatan yang dapat dipidana disebut kriminalisasi. Ada perbuatan-perbuatan tertentu yang dipandang sebagai perbuatan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
"Kekuasaan untuk dapat menjatuhkan hukuman itu merupakan kekuasaan yang sangat penting. Karena akibat suatu hukuman adalah besar dan luas sekali sehingga menimbulkan pertanyaan, siapakah yang berhak menghukum?. Subyek hukum satu-satunya yang mempunyai 'ius puniendi' (hak untuk menghukum) ialah negara (pemerintah)," katanya.
Erdianto menekankan, di samping negara tiada subjek hukum lain yang mempunyai "ius puniendi" itu. Ditunjuknya negara sebagai pemegang "ius puniendi" bukan merupakan persoalan lagi.
Baca Juga: Penyebar Konten Asusila LGBT Tertangkap, Ternyata...
"Akan tetapi beragam alasan yang membenarkan 'ius puniendi" diserahkan kepada negara dari berbagai pakar," terangnya.
Dia menjelaskan, ada hubungan antara "ius poenale" dengan "ius puniendi". "Ius puniendi" adalah hak negara untuk menghukum yang bersandar pada "ius poenale" sehingga hak untuk menghukum itu baru timbul. Setelah di "ius poenale" ditentukan perbuatan yang dapat dihukum.
Jelaslah dengan ini bahwa negara tidak dapat menggunakan haknya itu dengan sewenang-wenang karena dibatasi oleh "ius poenale" (ada perbuatan yang dapat dihukum).
"Hanya yang berhak memerintah yang juga berhak menghukum. Karena itu, pemerintah yang berhak memerintah maka pemerintah yang berhak menghukum (mempunyai 'ius puniendi'). [Antara]
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Kekayaan Rahayu Saraswati, Keponakan Prabowo yang Mundur dari DPR RI hingga Minta Maaf!
-
Dasco: Pengunduran Diri Rahayu Saraswati Akan Diproses Via Mahkamah Partai
-
Kasus Pembunuhan Kepala Cabang Bank: Tersangka Ajukan Diri Jadi JC, Siap Ungkap Keterlibatan TNI?
-
Kekecewaan Sri Mulyani Pasca-Penjarahan Rumah, Mahfud MD: 'Dia Nangis Disamakan dengan Sahroni'
-
Eks Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Divonis 7 Tahun Kasus Uang Palsu
-
Profil Annas Mustaqim, Calon Hakim Agung yang Kecam KPK Karena Ungkap Tersangka Korupsi
-
Diduga Pengeroyok Driver Ojol yang Tewas di Makassar Ditangkap
-
Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
-
Menteri PPPA Jenguk 13 Anak Demonstran di Cirebon, Tegaskan Keadilan Restoratif Wajib Diterapkan
-
Sebut Alasan Hukum Jadikan Nadiem Tersangka Terpenuhi, Mahfud: Dia Tak Mengerti Prosedur Birokrasi