Suara.com - Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Zainudin Amali mengaku selama ini tak pernah tahu akan ada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian (SKP). Permendagri tersebut diundangkan pada 17 Januari 2018.
Sebagai Ketua Komisi II, Zainudin mengatakan pihaknya akan meminta penjelasan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait maksud dari Permendagri tersebut. Sebab, dinilai bisa menimbulkan perdebatan publik, khususnya di dunia akademisi.
"Saya kira itu bisa jadi perdebatan karena wilayah ilmiah itu kan bebas ruang dan waktu. Tapi kita akan minta penjelasan dari Kemendagri seperti apa," kata Zainudin di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (6/2/2018).
Zainudin mengatakan jangan sampai Permendagri tersebut menghambat seseorang mendapat informasi yang dibutuhkan dalam penelitiannya.
Permendagri tersebut diterbitkan untuk mengontrol penelitian yang berpotensi memiliki dampak negatif. Pasal 10 Permendagri tersebut menyatakan bahwa Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum berhak mengkaji tema yang akan diteliti sebelum menerbitkan SKP.
"Secara subjektif saya juga bisa kena itu. Judul desertasi saya itu Analisis Rekonstruksi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Indonesia. Itu kan harus meneliti penyelenggara pemerintahan daerah, tentang otonomi, masa nggak bisa ya. Mudah-mudahan tidak seperti itu ya," tutur Zainudin.
Jika benar Permendagri tersebur diterbitkan untuk tujuan mengekang para peneliti, berarti ada indikasi pemerintah sekarang meniru gaya orde baru. Namun, Zainudin tidak mau berprasangka buruk terhadap Permendagri tersebut.
"Mungkin antisipasi jangan sampai ada penelitian yang diada-adakan. Tidak seperti itu dan langsung membuat kehebohan dan kegaduhan di masyarakat. Kita anggap begitu saja dulu," ujar Zainudin.
Zainudin berharap permendagri itu tidak berlaku bagi para akademisi yang giat melakukan penelitian.
Baca Juga: Banyak Orang Telat Menikah, Peneliti Ubah Indikator Usia Dewasa
"Karena akademik itu apa yang ditemukan itu yang dituliskan. Kan tidak bisa dia menemukan A di lapangan kemudian menuliskan B di skripsi, tesis atau desertasinya kan nggak mungkin seperti itu. Ini yang akan kita tanya, apakah akan sejauh itu," kata Tjahjo.
"Terkait itu, tentu bisa membahayakan dunia akademik. Pasti teman-teman di kalangan akademik kampus akan protes. Makanya saya bilang prasangka baik saja lah," tambah Zainudin.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 5 Pilihan HP Snapdragon Murah RAM Besar, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Heboh Tuduhan Ijazah Palsu Hakim MK Arsul Sani, MKD DPR Disebut Bakal Turun Tangan
-
Pemkab Jember Kebut Perbaikan Jalan di Ratusan Titik, Target Rampung Akhir 2025
-
Kejagung Geledah Sejumlah Rumah Petinggi Ditjen Pajak, Usut Dugaan Suap Tax Amnesty
-
Kepala BGN Soal Pernyataan Waka DPR: Program MBG Haram Tanpa Tenaga Paham Gizi
-
Muhammad Rullyandi Sebut Polri Harus Lepas dari Politik Praktis, Menuju Paradigma Baru!
-
Hari Pertama Operasi Zebra 2025, Akal-akalan Tutup Plat Pakai Tisu Demi Hindari ETLE
-
Anak Legislator di Sulsel Kelola 41 SPPG, Kepala BGN Tak Mau Menindak: Mereka Pahlawan
-
Guru Sempat Cium Bau Bangkai di Menu Ayam, BGN Tutup Sementara SPPG di Bogor
-
KPK Akui Belum Endus Keterlibatan Bobby Nasution dalam Kasus Korupsi Pengadaan Jalan Sumut
-
Luncurkan Kampanye Makan Bergizi Hak Anak Indonesia, BGN: Akses Gizi Bukan Bantuan