Suara.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 1 PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, perlu dibatalkan karena bermasalah.
"Secara keseluruhan undang-undang ini bermasalah tidak ada pasal yang terkecuali termasuk beberapa pasal dalam KUHP yang mendukung undang-undang ini," ujar Usman dalam jumpa pers, Kamis (5/4/2018), seperti diwartakan Antara.
Usman mengungkapkan, pihaknya sudah pernah mengajukan uji materi ketentuan tersebut ke Mahkamah Konstitusi pada Maret 2009 dan baru diputus oleh Mahkamah pada tahun 2010.
Namun, Mahkamah menolak permohonan uji materi tersebut.
"Waktu itu pertimbangan Mahkamah menyebutkan bahwa undang-undang tersebut masih diperlukan," ujar Usman.
Usman berpendapat, ketentuan tentang penodaan agama ini sesungguhnya telah melemahkan jaminan hukum atas kemerdekaan berpendapat dan beragama di Indonesia.
"Ketentuan ini juga bisa digunakan sebagai alat politik pembelahan," kata Usman.
Dia menjelaskan, kebijakan ini sering digunakan oleh sejumlah pihak yang kemudian mengarah pada pembelahan masyarakat berdasarkan identitas agama atau perbedaan lainnya.
"Sekarang, ketentuan ini juga tidak hanya mengacu pada perbedaan tapi juga pada minoritas seksual," tambah Usman.
Baca Juga: KPU: Milenial Bisa Masuk Parpol untuk Memperbaiki
Usman menilai, ketentuan ini sangat rentan digunakan untuk melakukan pelanggaran HAM lainnya.
Menurut Usman, hukum seharusnya dibuat untuk mencegah orang berbuat kekerasan atau diskriminasi terhadap kelompok minoritas lainnya.
"Batas kebebasan berekspresi atau berpendapat adalah ketika seseorang menyebarkan kebencian seperti mangancam, atau mengajak untuk melakukan tindak kekerasan," pungkas Usman.
Berita Terkait
-
Amnesty International Minta KY Selidiki Hakim Agung Perkara Ahok
-
Besok, Ormas Geruduk Bareskrim Demo Penistaan Agama Sukmawati
-
Myanmar Bangun Instalasi Militer di Desa Bekas Warga Rohingya
-
Emak-Emak Datangi PN Jakarta Utara, Sulis: Kangen Ketemu Ahok
-
Ahok Ajukan PK, Fadli Zon: Sidangnya Jangan Direkayasa
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Hormati Putusan MK, Polri Siapkan Langkah Operasional Penataan Jabatan Eksternal
-
Istana Pastikan Patuhi Putusan MK, Polisi Aktif di Jabatan Sipil Wajib Mundur
-
Polemik Internal Gerindra: Dasco Sebut Penolakan Budi Arie Dinamika Politik Biasa
-
KPK Usut Korupsi Kuota Haji Langsung ke Arab Saudi, Apa yang Sebenarnya Dicari?
-
Boni Hargens: Putusan MK Benar, Polri Adalah Alat Negara
-
Prabowo Disebut 'Dewa Penolong', Guru Abdul Muis Menangis Haru Usai Nama Baiknya Dipulihkan
-
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo, Sektor Energi hingga Kebebasan Sipil Disorot: Haruskah Reshuffle?
-
Hendra Kurniawan Batal Dipecat Polri, Istrinya Pernah Bersyukur 'Lepas' dari Kepolisian
-
400 Tersangka 'Terlantar': Jerat Hukum Gantung Ratusan Warga, Termasuk Eks Jenderal!
-
Respons Pimpinan DPR Usai MK Larang Polisi Aktif di Jabatan Sipil, Apa Katanya?