Suara.com - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Forum Pemuda Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih penyelidikan kasus operasi tangkap tangan Propam Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) terhadap Iptu Aldo Febrianto. Pasalanya, setelah mendengar penjelasan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dalam audiensi dengan pada Jumat (27/4/2018) terkait hasil pelaksanaan gelar perkara oleh Penyidik dan Propam Polda NTT pada tanggal 19 Maret 2018, perkembangan penyelidikan kasus yang mengorbankan Pengusaha Yustinus Mahu itu tak berjalan.
Hal itu disampaikan oleh Koordinator TPDI Petrus Selestinus melalui melalui keterangan persnya yang diterima wartawan, Minggu (29/4/2018).
"TPDI dan Forum Pemuda NTT di Jakarta akan mendesak KPK untuk mengambialih penanganan kasus ini, karena kasus ini bukan saja merusak citra polri tetapi menambah jarak semakin jauh antara Polisi dan Masyarakat di NTT," kata Petrus.
TPDI kata Petrus sangat kecewa dengan hasil gelar perkara yang proses penyelidikannya sudah berlangsung lima bulan, akan tetapi hasil yang didapat justru mengarah kepada penyelesaian yang bersifat kompromistis. Pasalnya, diduga diarahkan kepada penghentian penyelidikan dan hanya akan dikenakan sanksi melalui instrumen penegakan disiplin di internal Polri.
"Ini bukti bahwa model penyelesaian yang berlarut-larut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, telah melahirkan kompromi negatif atas sebuah peristiwa pidana hasil tertangkap tangan dengan bukti-bukti materil yang lengkap tetapi hasilnya bertujuan untuk melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya," katanya.
Petrus mengatakan hasil gelar perkara tersebut bertolak belakang dengan peristiwa materil yang didapatkan pada saat OTT tanggal 11 Desember 2017 silam. Sebab, saat itu Iptu Aldo Febrianto diduga melakukan pemerasan sebesar Rp50 juta terhadap korban Yustinus Mahu, dan uangnya langsung disita sebagai barang bukti.
"Sebuah perkara yang sudah terang benderang peristiwa pidananya, pembuktiannya sederhana karena diakui oleh yang memberikan uang disertai dengan bukti-bukti sms permintaan uang Rp50 juta, tetapi hasil penyelidikan sudah berjalan selama 5 (lima) bulan dipelintir dan diarahkan hanya untuk sebuah pelanggaran disiplin," tegas Petrus.
Politikus Hanura ini menduga Polda NTT telah memanfaatkan posisi rentaan Yustinus agar mengubah jalannya peristiwa, karena Yustinus dapat diancam dengan Pasal 55 KUHP. Hasil gelar perkara tersebut kata Petrus dap meruntuhkan harapan dan rasa keadilan publik.
"Ini tampak dari 3 poin yang diekspose dalam gelar perkara dimaksud, pertama, Yustinus Mahu tidak berniat memberikan uang Rp.50 juta yang diduga atas permintaan Iptu Aldo Febrianto," katanya.
Lalu kedua, Yustinus Mahu berkeinginan agar perkara tersebut tidak dilanjutkan secara hukum dan ingin diselesaikan melalui instrumen penegakan disiplin di internal Polri, kemudia ketiga pendapat ahli Pidana Dr. Pius Bere, SH. M.HUM yang menyatakan bahwa pemberian uang dari Yustinus Mahu kepada Iptu Aldo Febrianto tidak memenuhi unsur tindak pidana umum pasal 368 ayat (1) KUHP dan Pidana Korupsi.
"Ada dugaan kuat, selama 5 bulan belangsung, Yustinus Mahu diduga telah ditakut-takuti akan dipidana sebagai pemberi suap atau gratifikasi sebagai Tindak Pidana Korupsi, karena telah memenuhi permintaan uang dari Iptu Aldo Febrianto, sebagai penyelenggara negara dan penegak hukum," kata Petrus.
Petrus menduga rasa takut Yustinus Mahu telah dimanfaatkan, karena posisi Yustinus Mahu rentan terhadap bayang-bayang akan dijadikan tersangka suap, manakala proses hukum dilanjutkan. Karenanya, Yustinus Mahu sebagai korban diduga diarahkan untuk tidak melanjutkan tuntutannya terhadap Iptu Aldo Febrianto, dan diarahkan untuk memenuhi skenario Propam Polda NTT bahwa OTT Propam Polda NTT tidak memenuhi unsur, sambil melihat reaksi publik.
Berita Terkait
-
Modus Licik Eks Pejabat MA Zarof Ricar Sembunyikan Aset Rp35 Miliar, Ternyata Atas Nama Dua Anaknya
-
KPK Kejar Jejak Uang Korupsi Haji, Giliran Bendahara Asosiasi Travel Diperiksa
-
Korupsi Kuota Haji: KPK Endus Aliran Duit Haram Sampai ke Meja Dirjen, Hilman Latief Dicecar 11 Jam
-
KPK Panggil Nursatyo Argo sebagai Saksi, Korupsi LNG Temui Titik Terang?
-
Dicecar Hampir 12 Jam di KPK, Hilman Latief Terseret Pusaran Korupsi Kuota Haji
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Wali Kota Prabumulih Langgar Aturan Buntut Copot Kepsek SMPN 1, Ini Sanksi dari Kemendagri
-
Modus Licik Eks Pejabat MA Zarof Ricar Sembunyikan Aset Rp35 Miliar, Ternyata Atas Nama Dua Anaknya
-
Wali Kota Prabumulih Beri Hadiah Motor Listrik ke Kepsek SMPN 1, Auto Dinyinyiri Warganet
-
Pemerintah Akui Ada Kemungkinan Kementerian BUMN Dilebur dengan Danantara, Tapi...
-
Prabowo Bersiap Naikkan Gaji ASN hingga TNI/Polri, Guru dan Nakes Jadi Prioritas Utama
-
Penggaung Jokowi 3 Periode Masuk Kabinet Prabowo, Rocky Gerung: Qodari Konservatif, Tak Progresif!
-
Geger di India, Wabah Amoeba Pemakan Otak Renggut Nyawa Bayi hingga Lansia
-
Tepis Kabar Rektor IPB Arif Satria Bakal Dilantik Jadi Kepala BRIN, Mensesneg: Belum Ada Hari Ini
-
Alasan Kuat Prabowo Tunjuk Dony Oskaria Jadi Plt Menteri BUMN: Beliau COO Danantara
-
Profil Dony Oskaria, Plt Menteri BUMN Pilihan Prabowo yang Hartanya Tembus Rp 29 Miliar