Suara.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan alasan Polri tidak segera mengambil tindakan tegas sehingga memerlukan waktu hingga 36 jam untuk mengakhiri kerusuhan di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, yakni adanya pro dan kontra dalam kelompok narapidana.
Dalam konferensi pers di Mako Brimob, Kamis, Tito menuturkan saat itu pihaknya memiliki pilihan langsung masuk atau memberikan peringatan terlebih dahulu, sementara dalam kelompok yang terdiri atas 155 orang itu terdapat pro dan kontra dalam melakukan kekerasan.
"Itulah yang menjadi opsi kami, agar jangan ada korban banyak padahal ada yang tidak ingin melalukan kekerasan," ucap Tito.
Ia mengaku paham tindakan tegas perlu dilakukan, tetapi adanya pro dan kontra tersebut membuat Polri memilih untuk memberikan peringatan kepada narapidana sampai Kamis pagi.
Sepanjang malam, kata Kapolri, peringatan telah disampaikan dan kemudian satu sandera, yakni anggota polisi Brigadir Iwan Sarjana dilepaskan dan paginya narapidana menyerah tanpa syarat.
"Ini memang standar internasional, juga standar HAM dengan memberikan warning. Dalam kasus penyanderaan target yang terpenting sandera hidup karena mereka menyandera satu orang," ujar Tito.
Ia menegaskan terdapat dua peristiwa, yakni penyerangan kepada petugas yang menyebabkan lima orang personel gugur dan satu teroris serta peristiwa penyanderaan dengan satu anggota Polri yang masih hidup. Indikator keberhasilan operasi penyanderaan adalah apabila sandera hidup dan sandera berhasil dilepaskan dalam kondisi hidup.
Selain itu, penyandera yang menjadi korban diusahakan minimal agar dapat diproses hukum.
"Ini harus dibedakan antara memang kita yang bersenjata memiliki aturan dan teroris yang tidak mengikuti aturan," kata Kapolri. (Antara)
Berita Terkait
-
Perkap Baru, Polisi Bisa Tembak Penyerang Markas Pakai Peluru Tajam! Ini Aturan Lengkapnya
-
Janji Kapolri Sigit Serap Suara Sipil Soal Kerusuhan, Siap Jaga Ruang Demokrasi
-
Hadapi Dinamika TKD, Mendagri Tekankan Pentingnya Efisiensi hingga Inovasi Daerah
-
Mendagri Tito Minta Pemda Prioritaskan Penanganan TBC dan Dukung Pelaksanaan Program MBG
-
Instruksi Penting Mendagri untuk Kepala Daerah: Atasi Tuntas Kasus Keracunan MBG!
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Prabowo Blusukan ke Monas, Cek Persiapan HUT ke-80 TNI
-
Gedung Ponpes Al-Khoziny Ambruk Tewaskan 13 Orang, FKBI Desak Investigasi dan Soroti Kelalaian Fatal
-
Prakiraan Cuaca 4 Oktober 2025 di Berbagai Kota Wisata dari Bogor, Bali hingga Yogyakarta
-
Dolar Diramal Tembus Rp20.000, Ekonom Blak-blakan Kritik Kebijakan 'Bakar Uang' Menkeu
-
'Spill' Sikap NasDem: Swasembada Pangan Harga Mati, Siap Kawal dari Parlemen
-
Rocky Gerung 'Spill' Agenda Tersembunyi di Balik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir
-
Kriminalisasi Masyarakat Adat Penentang Tambang Ilegal PT Position, Jatam Ajukan Amicus Curiae
-
Drama PPP Belum Usai: Jateng Tolak SK Mardiono, 'Spill' Fakta Sebenarnya di Muktamar X
-
Horor MBG Terulang Lagi! Dinas KPKP Bongkar 'Dosa' Dapur Umum: SOP Diabaikan!
-
Jalani Kebijakan 'Koplaknomics', Ekonom Prediksi Indonesia Hadapi Ancaman Resesi dan Gejolak Sosial