Suara.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengimbau kepada masyarakat agar menghentikan melakukan gerakan #2019GantiPresiden maupun #2019TetapJokowi. Sebeb kini belum saatnya kampanye pemilihan umum (Pilpres 2019) untuk memilih pemimpin tertinggi di negeri ini.
"Karena ini belum waktunya kampanye, hentikan deklarasi 'ganti Jokowi' maupun 'tetap Jokowi'. Jadi dua-duanya, bukan hanya satu (ganti presiden)," ucap Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia Pusat Cholil Nafis disela-sela halaqah menjawab problematika dakwah yang diadakan MUI Sulawesi Tengah (Sulteng) di IAIN Kota Palu, Minggu (5/8/2018).
MUI mengakui bahwa gerakan tersebut merupakan suatu kebebasan dalam berdemokrasi. Karena MUI tidak melarang, melainkan mengimbau. Hal itu karena, sebut dia, dikhawatirkan menimbulkan kekacauan, ketersinggungan, melahirkan berbagai persepsi yang menimbulkan instabilitas.
"Kalau kita bicara demokrasi, ya semua boleh. Tetapi kan ada fase yang disepakati oleh kita. Itu diatasnya soal aturan, etika itu ada diatasnya soal aturan. Karena itu MUI tidak melarang, kalau melarang MUI tidak punya hak," ujar Cholil Nafis.
Demi suasana kondusif dan lebih produktif, sebut dia, bagaimana jika dua kubu tersebut tidak perlu-lah melibatkan masa yang besar, melibatkan perkumpulan-perkumpulan hanya karena yang satu mendukung untuk dua kali dan yang satunya jangan pilih lagi Jokowi.
"Besok itu pemilihan presiden, bisa diganti, bisa tidak di ganti. Artinya kalau dipilih ya tidak diganti, kalau nggak dipilih ya diganti. Jadi 2019 bukan penggantian tapi pemilihan," sebut Cholil Nafis.
Kata dia, MUI mengimbau jangan sampai merusak etika, sehingga melahirkan perpecahan.
"Soal dia menghentikan berilah dia calon alternatif yang lebih baik. Maka yang kita lakukan bukan hentikan, tetapi mengajukan ini calon yang lebih baik, orangnya lebih cerdas, lebih bermoral dan punya program yang lebih baik. Tapi kalau ganti-ganti tidak ada yang lebih baik, kan nggak kena juga," urai Cholil.
Menurut dia mengganti dengan tidak mengganti itu kurang dinamis, secara akademik. Yang diharapkan dari proses demokrasi ialah dialektika akademis, dialektika program dan penggagasan yang lebih maju.
Baca Juga: MUI Pandeglang: #2019GantiPresiden adalah Makar Terselubung
Ia menilai perdebatan mengenai kebangsaan, yang didalamnya ada infastruktur, pembangunan moral jauh lebih baik. Ia mengumpakan soal pendidikan dan penelitian, karena infastruktur tidak ada artinya kalau SDM-nya kurang baik.
"Ya perdebatan itulah yang lebih baik. Tapi kalau hentikan presiden, lanjutkan presiden, dalam pendidikan demokrasi kurang mencerdaskan," katanya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
Terkini
-
BNI Raih Dua Penghargaan Internasional atas Pengembangan SDM melalui BNI Corporate University
-
Soal Polemik Perpol Nomor 10 dan Putusan MK 114, Yusril: Saya Belum Bisa Berpendapat
-
Prabowo Mau Tanam Sawit di Papua, DPR Beri Catatan: Harus Dipastikan Agar Tak Jadi Malapetaka
-
Agustus 2026, Prabowo Targetkan 2.500 SPPG Beroperasi di Papua
-
Nasib 6 Polisi Pengeroyok Matel Kalibata di Ujung Tanduk, Sidang Etik Digelar Hari Ini
-
Sejumlah Tiang Listrik di Tebet Miring, Warga Khawatir Roboh Diterpa Angin Kencang
-
Sultan Dorong Ekstensifikasi Sawit di Papua dengan Tetap Jaga Keseimbangan Ekologis
-
Jakarta Tumbuh, Warga Terpinggirkan: Potret Ketimpangan di Pulau Pari, Marunda, dan Bantargebang
-
Fakta Baru Kasus Kematian Bocah 9 Tahun di Cilegon, Polisi Temukan 19 Luka Benda Tajam
-
Serikat Pekerja: Rumus UMP 2026 Tidak Menjamin Kebutuhan Hidup Layak