Suara.com - Mata Badriah Atalip, perempuan berusia 43, tampak berkaca-kaca saat menceritakan pengalamannya menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Aceh Utara, pada kurun 2017 lalu.
Pengalaman itu dituturkan Badriah di depan puluhan aktivis perempuan yang hadir dalam acara Jambore Nasional Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPH) di Rumah Retret Panti Samadi Nasaret, Jalan Dr Wahidin, Kota Semarang, Rabu (27/2/2019).
“Kejadian itu sekitar dua tahun lalu. Pelaku KDRT-nya merupakan bandar sabu-sabu. Jangankan mengancam saya, ia bahkan berani menyuruh orang untuk melukai anak saya,” ujar Badriah seperti diberitakan Solopos.com—jaringan Suara.com, Kamis (28/2/2019).
Badriah mengakui akibat perbuatan pelaku, anaknya sempat dirawat di rumah sakit. Tulang tangan anak semata wayang Badriah itu patah akibat dikeroyok sejumlah orang yang tak dikenal.
“Saya coba meminta pertolongan polisi, tapi enggak ada yang mau berurusan dengan pelaku,” aku perempuan yang menyandang status janda itu.
Badriah bukanlah satu-satunya aktivis perempuan pembela hak asasi manusia, yang kerap mendapat intimidasi. Belasan aktivis yang hadir dalam acara di Rumah Retret Pantai Samadi Nasaret juga kerap mendapat teror serupa.
Tak hanya itu, mereka bahkan juga kerap dikucilkan oleh anggota keluarga. Meski demikian, sederet tantangan itu tak membuat mereka kapok. Mereka justru semakin gencar membela korban pelanggaran HAM.
“Saya bahkan sempat dimusuhi suami. Ini ATM saya saja sampai diblokir karena saya datang ke sini,” ujar Friska dari Jakarta.
Acara yang digagas Forum Pengada Layanan (FPL) itu bertujuan untuk mempertemukan para aktivis pembela HAM dari kalangan perempuan.
Baca Juga: Lagu Syahrini Ini Gambarkan Kondisi Luna Maya Sekarang, Kebetulan?
Acara yang digelar selama tiga hari, sejak Senin (25/2/2019) itu dihadiri belasan aktivis perempuan dari berbagai provinsi.
Mereka berkumpul untuk menyatukan tekad dalam memberantas pelanggaran HAM di Tanah Air, khususnya kekerasan terhadap perempuan. Maklum, dalam beberapa tahun terakhir kasus kekerasan terhadap perempuan sangat marak di Indonesia.
Data Komnas Perempuan bahkan menyebutkan kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami kenaikan sekitar 25 persen pada 2017 lalu.
Pada 2016, kekerasan terhadap perempuan mencapai 259.150 kasus, sementara tahun 2017 naik menjadi 348.446 kasus.
Kendati demikian, naiknya jumlah kasus kekerasan ini tak diimbangi dengan perlindungan hukum bagi para aktivis perempuan. Bahkan, masyarakat di daerah yang masih menjunjung tinggi perilaku patriarki memandang rendah aktivis perempuan.
“Saya bahkan kerap dianggap penganut aliran sesat. Mereka menganggap HAM adalah budaya barat,” ujar Badriah.
Koordinator Sekretariat Nasional (Setnas) FPL, Veni Siregar, berharap adanya Jambore Nasional bisa menjadi titik balik perlindungan bagi aktivis perempuan pembela HAM.
“Selama ini, pelaku intimidasi terhadap aktivis hanya dikenai hukuman seperti kriminal pada umumnya. Perlu ada payung hukum yang khusus melindungi aktivis HAM. Kami sudah buat rekomendasinya dan akan diserahkan ke pemerintah,” tutur Veni.
Berita Terkait
-
Diduga Dibunuh Pakai Cutter, Jasad Pemuda Papua Dibuang di Kawasan Pabrik
-
Prabowo - Sandiaga Kecewa Ganjar Pranowo Tak Dinyatakan Langgar UU Pemilu
-
Baru Sehari Dibuka, Tiket Kereta Api Lebaran Tujuan Purwosari Ludes Terjual
-
Pompa di Sungai Sringin dan Tenggang Minimalisir Banjir Rob di Semarang
-
Fadli Zon ke Tambaklorok, Nelayan: Warga Tak Seramai Pas Jokowi Datang
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Sejarah Panjang Gudang Garam yang Kini Dihantam Isu PHK Massal Pekerja
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?