Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana memanggil jajaran Direksi PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) guna memperoleh penjelasan terkait permasalahan 14 proyek fiktif.
Seperti diketahui, Waskita Karya saat ini tengah mengalami permasalahan hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dua pejabatnya yaitu Kepala Divisi (Kadiv) II PT Waskita Karya periode 2011-2013, Fathor Rachman (FR) dan Kepala Bagian (Kabag) Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014, Yuly Ariandi Siregar (YAS) sebagai tersangka korupsi.
Keduanya diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi, terkait proyek fiktif.
Sedikitnya, ada 14 proyek infrastruktur yang diduga dikorupsi oleh pejabat Waskita Karya. Proyek tersebut tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, dan Papua.
Wakil Ketua Komisi VI DPR-RI, Azam Asman Natawijaya menjelaskan, selama ini pihaknya belum mendengarkan secara langsung permasalahan yang dialami Waskita Karya.
Oleh karena itu, pihaknya akan memanggil jajaran Direksi PT Waskita Karya guna mengetahui secara rinci permasalahan yang dialami.
"Kalau memang ada berita tersebut, kita akan panggil jajaran Direksi Waskita," kata Azam kepada wartawan, Senin (6/5/2019).
Diketahui, Fathor dan Yuly diduga telah menunjuk empat perusahaan subkontraktor untuk mengerjakan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan Waskita Karya.
Baca Juga: KPK Periksa Staf Keuangan Waskita Karya Terkait Suap Proyek Fiktif
Empat perusahaan subkontraktor yang telah ditunjuk Yuly dan Fathor tidak mengerjakan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.
Namun, PT Waskita Karya tetap melakukan pembayaran terhadap empat perusahaan subkontraktor tersebut.
Selanjutnya, perusahaan-perusahan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak, termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Ariandi.
Sehingga menimbulkan kerugian negara hingga Rp 186 miliar.
Menurut Azam, dalam sebuah proyek sebenarnya subkontraktor diperbolehkan. Yang tidak diperbolehkan adalah, jika si subkontraktornya tidak melakukan pengerjaan sebagaimana mestinya.
"Saya belum dapat materinya ini seperti apa, dan 14 proyek fiktifnya itu dimana-mana saja. Jadi saya belum bisa berkomentar lebih banyak," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Bahlil soal Izin Tambang di Raja Ampat : Barang Ini Ada, Sebelum Saya Ada di Muka Bumi!
-
Berapa Gaji Zinedine Zidane Jika Latih Timnas Indonesia?
-
Breaking News! Bahrain Batalkan Uji Coba Hadapi Timnas Indonesia U-22
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
Terkini
-
Roy Suryo Jadi Tersangka, Mahfud MD: Tuduhan Tidak Jelas, Pembuktian Ijazah Harusnya di Pengadilan
-
Korupsi PLTU Rugikan Negara Rp1,35 Triliun, Adik JK Halim Kalla Diperiksa Polisi Hari Ini
-
Satgas Pangan Cek 61 Titik, Temukan Satu Pedagang di Jakarta Jual Beras di Atas HET
-
Usulannya Diabaikan, Anggota DPR Protes Keras dan Luapkan Kekecewaan kepada Basarnas
-
Prabowo Pangkas Rp15 Triliun, Tunjangan ASN DKI dan KJP Aman? Ini Janji Tegas Gubernur!
-
Shopee Jagoan UMKM Naik Kelas Viral di Dunia Maya, Raup Lebih dari 85 Juta Views
-
Babak Baru PPHN: Ahmad Muzani Minta Waktu Presiden Prabowo, Nasib 'GBHN' Ditentukan di Istana
-
KPK Digugat Praperadilan! Ada Apa dengan Penghentian Kasus Korupsi Kuota Haji Pejabat Kemenag?
-
Tiga Hari ke Depan, Para Pemimpin Dunia Rumuskan Masa Depan Pariwisata di Riyadh
-
Terkuak! Siswa SMAN 72 Jakarta Siapkan 7 Peledak, Termasuk Bom Sumbu Berwadah Kaleng Coca-Cola