Suara.com - Jumlah laporan pejabat negara yang terima gratifikasi jelang Lebaran turun selama 2 tahun terakhir. Pada momen Lebaran 2017, lembaganya menerima 172 laporan terdiri atas 40 laporan dari kementerian/lembaga, 50 laporan dari pemda, dan 82 laporan dari BUMN.
Barang-barang pemberian gratifikasi yang dilaporkan tersebut beragam bentuknya mulai dari parsel makanan, barang pecah belah, uang, pakaian, alat ibadah, dan voucher belanja.
"Total nilai pelaporan gratifikasi terkait dengan hari raya Idul Fitri tersebut senilai Rp 161.660.000. Dengan rincian Rp 22.730.000 dari kementerian/lembaga, Rp 66.250.000 dari pemda dan Rp72.680.000 dari BUMN," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di KPK Jakarta, Senin (13/5/2019).
"Nilainya juga beragam mulai dari parsel kue senilai Rp 50 ribu hingga parsel barang senilai Rp 39,5 juta," lanjut dia,
Sedangkan, kata dia, pada momen Hari Raya Idul Fitri 2018 terjadi penurunan laporan sekitar 11 persen menjadi 153 laporan terdiri atas 54 laporan dari kementerian/lembaga, 40 laporan dari pemda, dan 58 laporan dari BUMN.
"Namun, total nilai barang gratifikasi yang dilaporkan meningkat menjadi Rp199.531.699. Meskipun jumlah pelaporan menurun, nilai barang gratifikasi yang dilaporkan dari pemda meningkat menjadi Rp 96.398.700," ungkap Febri.
Di peringkat kedua, kata dia, nilai pelaporan gratifikasi dari kementerian/lembaga sebesar Rp 54.142.000, dan dari BUMN senilai Rp 48.490.999.
"Barang gratifikasi yang dilaporkan masih berkisar pada parsel makanan, barang pecah belah, uang, pakaian, hingga voucher belanja dengan nilai terendah Rp 20 ribu sampai uang senilai Rp 15 juta," tuturnya.
Sementara itu hingga 10 Mei 2019, KPK belum menerima pelaporan gratifikasi terkait Hari Raya Idul Fitri 2019. KPK mengingatkan pejabat negara agar sejak awal menolak pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan tanggung jawabnya, terutama dari pihak-pihak yang memiliki konflik kepentingan dengan tugas yang dilaksanakan.
Baca Juga: KPK: PNS dan Penyelenggara Negara Dilarang Terima Gratifikasi Lebaran
"KPK mengimbau agar menolak pemberian gratifikasi pada kesempatan pertama. Bila, karena kondisi tertentu pejabat tidak dapat menolak, maka penerimaan gratifikasi tersebut wajib dilaporkan paling lambat 30 hari kerja kepada KPK," ujar Febri.
Menurutnya, pejabat yang melaporkan penerimaan gratifikasi dengan kesadarannya terbebas dari ancaman pidana sebagaimana dijelaskan dalam pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
"Yaitu berupa pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," kata Febri.
Namun, kata dia, jika laporan gratifikasi baru disampaikan setelah ada proses hukum penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, maka KPK dapat tidak menindaklanjuti laporan tersebut dan menyerahkannya pada proses hukum yang berjalan sehingga tindakan yang terbaik adalah menolak gratifikasi sejak awal.
Terkait kebiasaan pemberian parsel dari bawahan ke atasan atau dari pihak vendor ke pejabat atau berdasarkan hubungan pekerjaan lain, kata Febri, hal tersebut dapat dikategorikan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban.
"Akan lebih baik keinginan untuk berbagi saat Ramadhan atau Idul Fitri ini disalurkan pada pihak-pihak yang lebih membutuhkan seperti rumah yatim, panti asuhan, atau tempat-tempat lain yang lebih membutuhkan," kata Febri. (Antara)
Berita Terkait
-
KPK: PNS dan Penyelenggara Negara Dilarang Terima Gratifikasi Lebaran
-
Resmi Tersangka, KPK Jerat Wali Kota Dumai 2 Perkara Sekaligus
-
Bayar di Ranjang, Petugas Bea Cukai Licinkan Penyelundupan Barang Mewah
-
7 Bawahannya Lakukan Pungli dan Gratifikasi, Gubernur Ganjar Murka
-
Guru di DKI Boleh Terima Hadiah, Asal Dikembalikan ke KPK
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Usai Dicopot Prabowo, Benarkah Sri Mulyani Adalah Menteri Keuangan Terlama?
-
Inikah Ucapan yang Bikin Keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati Mundur dari Senayan?
-
Suciwati: Penangkapan Delpedro Bagian dari Pengalihan Isu dan Bukti Rezim Takut Kritik
-
Viral Pagar Beton di Cilincing Halangi Nelayan, Pemprov DKI: Itu Izin Pemerintah Pusat
-
Temuan Baru: Brimob Dalam Rantis Sengaja Lindas Affan Kurniawan
-
PAN Tolak PAM Jaya Jadi Perseroda: Khawatir IPO dan Komersialisasi Air Bersih
-
CEK FAKTA: Isu Pemerkosaan Mahasiswi Beralmamater Biru di Kwitang
-
Blusukan Gibran Picu Instruksi Tito, Jhon: Kenapa Malah Warga yang Diminta Jaga Keamanan?
-
DPR Sambut Baik Kementerian Haji dan Umrah, Sebut Lompatan Besar Reformasi Haji
-
CEK FAKTA: Viral Klaim Proyek Mall di Leuwiliang, Benarkah?