Suara.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sekretariat Nasional Jokowi, Dedy Mawardi mengimbau aparat penegak hukum segera menangkap dalang dan pemodal aksi kerusuhan 22 Mei.
Di matanya, dalang dan pemberi modal itu sengaja ingin merusak jalannya pesta demokrasi yang sudah dilihat baik oleh negara lain.
Dedy mengatakan setidaknya ada 60 negara yang mengucapkan selamat kepada Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi - Maruf Amin karena telah diputuskan menang Pilpres 2019 oleh KPU berdasarkan hasil penghitungan suara nasional.
Dengan banyaknya negara yang mengucapkan selamat, hal itu menjadi bukti kalau demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik.
"Bukan saja tingkat partisipasi yang besar, tetapi juga secara umum Pemilu 2019 berjalan baik, transparan dan demokratis,” kata Dedy melalui keterangan tertulisnya pada Jumat (31/5/2019).
Namun sayangnya, perjalanan demokrasi di Indonesia harus dinodai dengan aksi kerusuhan yang terjadi pada 21 dan 22 Mei lalu. Padahal sebelum kerusuhan itu pecah, aksi damai dari pendukung Capres - Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno di depan Gedung Bawaslu RI masih berjalan damai.
Aksi damai tersebut disebut sebagai aksi kebangkitan rakyat dimana seluruhnya menolak hasil penghitungan suara KPU karena menduga adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Berbicara soal kerusuhan, Dedy mendorong aparat keamanan untuk segera meringkus dalang serta pemberi modal.
"Aparat penegak hukum untuk bertindak tegas dan tidak perlu ragu tangkap saja bukan hanya pada pelaku kerusuhan tapi aktor intelektual dan pemodalnya," ujarnya.
Hal itu disampaikan Dedy lantaran melihat ada upaya makar atau menggulingkan pemerintah di balik aksi kerusuhan tersebut. Ia meminta agar pihak yang kalah di Pilpres 2019 bisa menerima kekalahannya dengan melihat arti demokrasi yang sesungguhnya.
Baca Juga: Jokowi Akan Kumpulkan Purnawirawan TNI, Bahas Pasca Kerusuhan 22 Mei
“Tidak ada tempat buat pelaku makar di republik ini," tuturnya.
"Demokrasi itu kesepakatan kita sejak negara ini berdiri, mari kita hormati. Ketidakpuasan sah saja, dan sudah diatur bagamana mekanisme solusinya . Memaksakan kehendak dapat dikategorikan sebagai tindakan makar,” tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang Terjaring OTT KPK, Langsung Dibawa ke Gedung Merah Putih
-
KPK Amankan 10 Orang saat Lakukan OTT di Bekasi, Siapa Saja?
-
Stop Tahan Ijazah! Ombudsman Paksa Sekolah di Sumbar Serahkan 3.327 Ijazah Siswa
-
10 Gedung di Jakarta Kena SP1 Buntut Kebakaran Maut Terra Drone, Lokasinya Dirahasiakan
-
Misteri OTT KPK Kalsel: Sejumlah Orang Masih 'Dikunci' di Polres, Isu Jaksa Terseret Menguat
-
Ruang Kerja Bupati Disegel, Ini 5 Fakta Terkini OTT KPK di Bekasi yang Gegerkan Publik
-
KPK Benarkan OTT di Kalimantan Selatan, Enam Orang Langsung Diangkut
-
Mendagri Tito Dampingi Presiden Tinjau Sejumlah Titik Wilayah Terdampak Bencana di Sumbar
-
Pramono Anung: 10 Gedung di Jakarta Tidak Memenuhi Syarat Keamanan
-
Ditantang Megawati Sumbang Rp2 Miliar untuk Korban Banjir Sumatra, Pramono Anung: Samina wa Athona