Suara.com - Dugaan pembunuhan di luar hukum di Venezuela menunjukkan angka yang sangat tinggi, seperti yang diungkap sebuah laporan PBB. Pembunuhan dalam 18 bulan terakhir itu melibatkan pasukan keamanan Venezuela.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet mengatakan, hampir 5.300 orang tewas tahun lalu dalam operasi keamanan untuk aksi yang dikaitkan dengan 'perlawanan terhadap otoritas'.
Selain itu, sebanyak 1.569 pelaku kriminal juga telah tewas dieksekusi dengan alasan yang sama pada 19 Mei lalu.
Laporan PBB tersebut juga mengungkap kesaksian keluarga 20 korban, yakni ada sejumlah pria berpakaian hitam dan bertopeng dari Pasukan Aksi Khusus (FAES) Venezuela yang mendatangi rumah mereka dengan mobil bak terbuka hitam tanpa pelat nomor.
Disebutkan, 'pasukan kematian' itu masuk ke rumah-rumah, mengambil barang-barang, dan menyerang para anggota keluarga, lalu memisahkan mereka dari pria berusia muda dan menembaknya.
"Dalam setiap kasus, saksi melaporkan bagaimana FAES memanipulasi TKP dan bukti. Mereka akan menaruh senjata dan obat-obatan di sana serta menembakkan senjata ke dinding atau di udara untuk menunjukkan bahwa telah terjadi perlawanan dan korban ditembak mati karena menentang pemerintah," bunyi laporan itu, dikutip dari Sky News, Kamis (4/7/2019).
Pembunuhan itu, menurut laporan PBB tersebut, adalah bagian dari strategi pemerintahan Presiden Nicolas Maduro untuk menetralkan, menindas, dan mengkriminalisasi lawan politik dan orang-orang yang mengkritik pemerintah.
Sebuah tanggapan tertulis dari pemerintah Caracas kemudian menyebut laporan PBB itu 'selektif dan jelas-jelas berat sebelah'. Pemerintah Caracas berpendapat bahwa PBB hanya mengandalkan sumber-sumber yang kurang objektif.
Venezuela diketahui tengah mengalami krisis politik awal tahun ini, setelah pihak oposisi berusaha menggulingkan Maduro, di kala ekonomi negara kolaps, sehingga penduduk terpaksa mengungsi ke Meksiko dan Amerika Serikat.
Baca Juga: Intelijen Tahan Wakil Pemimpin Oposisi Venezuela
PBB mengatakan, pasukan sipil dan militer diduga bertanggung jawab atas penahanan sewenang-wenang, penganiayaan dan penyiksaan terhadap orang-orang yang kritis terhadap pemerintah dan kerabatnya, kekerasan berbasis seksual dan gender dalam penahanan dan selama kunjungan, serta kekerasan selama demonstrasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri