Suara.com - Tiga lembaga hak asasi manusia mengkritik Menkopolhukam Wiranto yang dinilai tidak terbuka dalam menyampaikan informas mengenai kerusuhan di Deiyai, Papua. Kritik tersebut menyusul digelarnya jumpa pers yang dilakukan Wiranto beberapa waktu lalu.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyayangkan penyampaian Wiranto yang tidak detail menjelaskan jumlah korban akibat kejadian tersebut.
"Terdapat perbedaan data antara kepolisian dan laporan yang kami terima dari masyarakat sipil di Papua terkait jumlah korban jatuh pada saat peristiwa di Deiyai," kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (31/8/2019).
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan pembatasan akses internet di Papua menyulitkan masyarakat untuk memperoleh informasi akurat soal peristiwa berdarah yang terjadi di Deiyai.
"Pemutusan akses internet di Papua dan Papua Barat mempersulit masyarakat untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai apa yang terjadi di Deiyai dan kejadian lainnya di Papua," ujar Asfinawati.
"Pemblokiran internet untuk telepon seluler di Papua harus segera dihentikan agar masyarakat bisa bertukar informasi terkait apa yang sebenarnya terjadi di Papua," sambungnya.
Selain Asfinawati, Kordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani mengkritik jajaran kepolisian yang semestinya bisa mengambil langkah proaktif untuk melakukan investigasi terkait tewasnya warga sipil dan aparat di Deiyai serta mengumumkannya kepada publik.
Yati mengatakan keluarga korban berhak mendapatkan keadilan atas meninggalnya anggota keluarga masing-masing dan mengetahui pelakunya. Bukan hanya pihak kepolisian, Yati juga berharap Komnas HAM bisa melakukan investigasi menyeluruh terkait dengan apa yang terjadi di Papua selama dua minggu terakhir.
"Publik mengharapkan adanya akuntabilitas dari kejadian yang terjadi di Deiyai," tutur Yati.
Baca Juga: Belum Umumkan Data Korban Kerusuhan Deiyai Papua, Wiranto: Terserah Kita
Oleh karen itu, Amnesty International, YLBHI dan KontraS mendesak aparat keamanan mesti bisa memberikan akses yang independen terhadap media maupun organisasi-organisasi yang ingin melakukan dokumentasi terkait peristiwa berdarah di Deiyai.
Semakin banyak pihak yang melakukan dokumentasi terkait insiden tersebut akan sangat berguna untuk mendorong adanya akuntabilitas terkait apa yang terjadi di Deiyai.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Gunung Guruh Bogor Kian Masif, Isu Dugaan Beking Aparat Mencuat
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh
-
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Angin Kencang Tumbangkan Pohon di Ragunan hingga Tutupi Jalan
-
Pohon Tumbang Timpa 4 Rumah Warga di Manggarai
-
Menteri Mukhtarudin Lepas 12 Pekerja Migran Terampil, Transfer Teknologi untuk Indonesia Emas 2045
-
Lagi Fokus Bantu Warga Terdampak Bencana, Ijeck Mendadak Dicopot dari Golkar Sumut, Ada Apa?
-
KPK Segel Rumah Kajari Bekasi Meski Tak Ditetapkan sebagai Tersangka